TEMPO.CO, Semarang - Balai Karantina Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas Dua Semarang menyita lobster bertelur yang hendak dikirim ke Jakarta. Lobster yang masuk kategori dilarang beredar dan konsumsi itu diketahui petugas karantina saat hendak diterbangkan lewat Bandar Udara Ahmad Yani, Semarang.
“Dari 200 ekor yang kami periksa, terdapat 34 lobster yang terbukti bertelur,” kata Sarwan, Kepala Seksi Pengawasan Pengendalian dan Informasi, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas Dua Semarang, Selasa, 21 Februari 2017.
Berita lain:
Atasi Banjir, Ini Instruksi Menteri Puan Maharani
Jokowi akan Luncurkan Bantuan Nontunai Lewat Kartu
Menurut Sarwan, 200 lobster yang diketahui milik seorang pengepul asal Kabupaten Rembang itu rencananya akan dikirim ke Jakarta. Dari catatan surat izin yang diperiksa, terdapat keterangan lobters yang hendak dikirim jenis biasa. “Namun saat dicek jam 5 pagi terdapat 34 lobster sedang bertelur, kami langsung tahan, tidak boleh dikirim ke Jakarta,” katanya.
Sarwan mengatakan 34 lobster yang diketahui sedang bertelur itu akan dilepas di laut Jepara, sedangkan sisanya tak bisa dikirim karena kondisinya sudah lemas akibat tertinggal pesawat. Pengiriman lobster bertelur itu melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Karantina.
Dalam aturan itu disebutkan lobster bertelur dilarang diedarkan, baik untuk kepentingan ekspor, domestik, maupun konsumsi. Sedangkan pelanggarnya diancam hukuman maksimal lima tahun kurungan dan denda Rp 200 juta. “Namun hukum pidana diserahkan ke polisi,” kata Sarwan.
Meski menyita losbter, Balai Karantina Ikan belum bisa menangkap pemilik yang diketahui berada di Kabupaten Rembang itu. Balai Karantina Ikan mempunyai data lengkap pengepul dan pemilik lobster itu karena sering mengirim sejak lima tahun lalu. Tercatat hampir setiap hari pengiriman lobster itu dilakukan lewat Bandara Ahmad Yani, Semarang. Balai Karantina Ikan sebelumnya tak pernah menemukan pengiriman lobster bertelur. “Namun kali ini kami temukan, karena selalu pengecekan ulang,” kata Sarwan.
Lobster yang diburu dari Laut Jawa kawasan Jawa Tengah itu salah satu komoditas unggulan hasil laut. Tercatat harga jual ikan konsumsi jenis itu mencapai Rp 700 ribu per kilogram.
Sekretaris Perhimpunan Petani Nelayan Jawa Tengah Riyono mendukung penyitaan lobster bertelur itu. Ia memastikan organisasinya mendukung aturan pemerintah, tapi ia meminta jika lobster itu didapat dari nelayan, harus diganti. “Maksudnya, jika nelayan mendapat lobster bertelur dikembalikan, tapi pemerintah harus mengganti,” kata Riyono.
Menurut dia, aturan larangan tangkap ikan dengan kriteria tertentu, termasuk kembalikan lobster bertelur, harus diimbangi dengan solusi agar tak merugikan nelayan. “Jika tak diganti, nelayan merugi dong, masak dapat lobster dikembalikan tanpa kompensasi,” katanya.
EDI FAISOL