TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menyiapkan regulasi untuk menyambut kerja sama pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange of information/AEoI).
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berencana menyiapkan peraturan pengganti undang-undang (perpu).
Baca: Rel Kereta Cepat Jakarta Bandung Mulai Dibangun Bulan Depan
Menurut Yasonna, Perpu diperlukan karena upaya mendorong kerja sama pertukaran informasi berbenturan dengan tiga peraturan yang ada. “Ada pikiran membuat perpu karena ini sangat penting,” kata dia di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2017.
Yasonna mengatakan ketiga peraturan yang dinilai bakal berbenturan ialah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Lalu Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Baca: Kemkominfo Siap Bantu Hitung Pajak Google
Dia menjelaskan, pilihan membuat perpu cukup beralasan karena kerja sama pertukaran informasi akan dilaksanakan pada pertengahan 2018. Yasonna menilai, bila pemerintah memilih merevisi UU, diperlukan waktu yang lama. “Kalau mengejar sampai bulan 5 (Mei), tidak terkejar. UU Perbankan tidak masuk dalam Prolegnas,” ucap Yasonna.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan upaya membuat regulasi bertujuan untuk memenuhi persyaratan yang ada dalam AEoI. Dari ketiga peraturan, UU Perbankan terbilang yang sangat pelik karena masih mengatur ketentuan kerahasiaan nasabah.
Meski demikian, Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah akan berupaya memperkuat UU Ketentuan Umum Perpajakan yang disebut-sebut sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di parlemen. “Kami akan berupaya agar akses informasi untuk perpajakan bisa diperkuat sehingga bisa memenuhi persyaratan dalam AEoI,” ucap Menteri Sri.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia mendukung penuh penerapan kebijakan pertukaran informasi secara otomatis. Pertukaran itu khususnya untuk kepentingan perpajakan, antarnegara anggota G-20. Presiden Joko Widodo menilai kebijakan itu dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak kinerja sektor perpajakan.
ADITYA BUDIMAN