TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Jatim melakukan efisiensi supaya mendatangkan keuntungan atau laba yang optimal serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih besar.
“Saya harap seluruh direksi segera membuat langkah konkret terkait dengan efisiensi,” kata Soekarwo dalam siaran persnya, Rabu, 22 Februari 2017.
Soekarwo mengatakan efisiensi dapat dilakukan dengan cara pengecekan di tiap kantor cabang terhadap perbandingan DPK dan lending kredit. Jika lending kredit lebih banyak daripada DPK, ada indikasi tidak produktif.
Selain itu, Soekarwo menambahkan, proses efisiensi juga dapat dilakukan dengan menggunakan sistem teknologi informasi (TI) dan tracking system. Dalam implementasi TI, hak akses operator harus dibatasi agar sistem tidak dikendalikan operator. Karena itu, vendor yang menangani sistem aplikasi TI harus memenuhi kualifikasi.
“Jangan sampai operator mempunyai akses lebih sehingga mereka bisa melakukan entry dan update data tanpa terdeteksi. Ini yang harus dicegah,” ujar Soekarwo.
Terkait dengan perolehan laba, Soekarwo memperkirakan laba bisa naik 10,78 persen atau sekitar Rp 50,250 miliar pada 2017. Sementara DPK pada 2017 diestimasi naik menjadi Rp 1,559 triliun atau naik 7 persen dari 2016. Dia mengatakan, keberadaan DPK sangat penting untuk keberhasilan industri perbankan yang berasal dari deposito dan tabungan. Apabila deposito dirasa masih mahal, bisa dilakukan bridging dengan bank besar yang cost of fund masih rendah.
Soekarwo menuturkan deposito tidak perlu terlalu besar persentase bunganya, apalagi melihat kondisi inflasi 2,74 persen. "Maka bridging finance dengan bank lain perlu dilakukan agar industri keuangan mampu menghasilkan produk yang lebih kompetitif,” ujar Soekarwo.
Dia melanjutkan, BPR Jatim perlu memperbaiki biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang nilainya 87,74 persen pada 2016. Menurut dia, BOPO tidak boleh melebihi 85 persen dan Non-Performing Loan (NPL) tidak boleh lebih dari 4 persen. Sebab, jika ini terjadi, kinerja penyelia dinilai kurang maksimal.
Soekarwo berharap para bupati dan wali kota ikut memaksimalkan keberadaan BPR Jatim. Sebab, pendapatan daerah cenderung stagnan atau turun dalam tiga tahun terakhir. Apalagi Menteri Keuangan akan melakukan investasi pada SUN dan ORI sehingga perputaran DPK akan semakin kecil. Hal itu juga akan mengakibatkan cost of fund perbankan menjadi mahal karena barangnya tidak tersedia.
“Saya berharap restrukturisasi perbankan sungguh-sungguh dilakukan, baik di sisi manajemen maupun SDM,” kata Soekarwo.
Sementara Direktur Utama Bank BPR Jatim atau Bank UMKM Jatim Subawi mengatakan, berdasarkan Laporan Keuangan Desember 2016 (audited), Bank UMKM Jatim berhasil membukukan laba sebelum pajak Rp 36,93 miliar, meningkat 10,92 persen dibanding 2015. Di samping itu, Subawi menambahkan, rasio keuangan Bank UMKM Jatim menunjukkan kinerja yang baik dari tahun ke tahun dengan menerapkan tata kelola perusahaan GCG (good corporate governance) dan manajemen risiko.
Posisi Desember 2016, kata Subawi, Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 34,94 persen, Return Of Asset (ROA) 1,71 persen, Kualitas Aktiva Produktif (KAP) 4,51 persen, dan Loan to Deposit Ratio (LDR) 83,56 persen.
Subawi menambahkan, pertumbuhan tersebut juga tak lepas dari perkembangan jumlah kantor yang dimiliki Bank UMKM Jatim. Hingga saat ini, Bank UMKM Jatim memiliki 1 kantor pusat, 31 kantor cabang, dan 112 kantor kas. Apalagi DPK mengalami penambahan modal saham dari Kabupaten Magetan, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten Pamekasan.
“Peningkatan aset itu mengindikasikan semakin tingginya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Bank BPR Jatim Bank UMKM Jatim,” tutur Subawi.
JAYANTARA MAHAYU