TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta akan melantik 60 orang juru sita pada akhir Februari 2017. Dengan tambahan tenaga baru, pemerintah Jakarta nantinya akan memiliki 88 orang juru sita. "Merekaakan mulai bekerja pada Maret," kata Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Edi Sumantri, Rabu 22 Februari 2017.
Edi menjelaskan pemerintah DKI Jakarta akan menagih piutang pajak daerah senilai Rp 5,4 triliun.
Badan Pajak memprioritaskan penagihan pada wajib pajak dengan nilai tunggakan di atas Rp 1 miliar. Mekanismenya dimulai dengan mengirim surat peringatan sebanyak tiga kali. Jika wajib pajak masih mangkir setelah peringatan ketiga, obyek pajak akan disita.
Baca juga: Piutang Pajak DKI Rp 5,4 Triliun, Siapa yang Menunggak ?
Dasar penyitaan adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Selama ini tunggakan pajak hanya diumumkan dengan memasang papan pemberitahuan tanpa penyitaan.
Edi mengatakan Badan Pajak akan mendata semua wajib pajak di Jakarta. Nantinya data nomor induk kependudukan, kepemilikan lahan, kendaraan, serta aset lain, dan riwayat pembayaran pajak akan terintegrasi dengan sistem di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Riwayat tunggakan pajak yang bersih bakal menjadi syarat persetujuan sebuah izin. “Selama dia belum lunasi pajak, perizinannya tak bakal keluar,” ujar Edi.
Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat mengatakan pembuatan sistem dan penyitaan obyek pajak akan didampingi Komisi Pemberantasan Korupsi. Tujuannya, mencegah kongkalikong antara juru sita dengan wajib pajak. “Kami ingin prosesnya transparan,” kata Djarot.
Selain menagih piutang, Djarot mengatakan pembuatan sistem terintegrasi itu berfungsi menjadi dasar peningkatan akurasi perhitungan potensi pendapatan dari pajak daerah. Tahun ini pemerintah Jakarta menargetkan penerimaan pajak Rp 35,23 triliun.
Target itu meningkat dari tahun lalu yang sebesar Rp 33,1 triliun. Sedangkan total realisasi penerimaan pajak 2016 sebesar Rp 31,606 triliun.
Saat menyusun data, Djarot juga meminta Badan Pajak memutakhirkan informasi para wajib pajak. Ia menargetkan pembenahan data dan integrasinya rampung pada September mendatang.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan, setelah sistem terbangun, Badan Pajak harus menjaga komitmen penetapan nilai tagihan lantaran wajib pajak masih bisa mengajukan banding. "Dasar kerja juru sita harus jelas, jangan sampai saat ditagih ternyata ada sengketa perhitungan pajak," ujarnya.
Selain integrasi di lingkup internal, Prastowo menyarankan agar pemerintah Jakarta juga bekerja sama dengan pemerintah pusat. Sebab, dasar perhitungan pajak yang ditagih pemerintah pusat adalah penghasilan. Sedangkan dasar perhitungan pajak daerah beragam. Integrasi tersebut bertujuan meningkatkan akurasi informasi wajib pajak.
LINDA HAIRANI