TEMPO.CO, Nusa Dua - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengharapkan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF) diubah menjadi penangkapan yang legal, tercatat, dan teratur.
"Masih banyak juga yang tidak tercatat. Di Indonesia ini, yang tercatat paling 30-40 persen saja. Yang tidak tercatat banyak," katanya di sela-sela World Ocean Summit 2017 di Sofitel, Nusa Dua, Bali, Kamis, 23 Februari 2017.
Susi menyebutkan ada negara yang tidak bisa diminta pertanggungjawabannya secara bilateral terkait illegal fishing, seperti Taiwan. Seperti diketahui, Indonesia menganut Kebijakan Satu Cina atau One China Policy yang membuat Indonesia dan Taiwan tidak memiliki hubungan diplomatik.
Baca: Menteri Susi Tangkap 122 Kapal Asing, Ditenggelamkan?
Susi menambahkan, pertumbuhan sektor perikanan harus berkelanjutan. Akuntabilitas harus ditekankan kepada semua negara. Namun persoalannya, terdapat beberapa negara yang tidak bisa diukur akuntabilitasnya.
"Banyak negara yang melakukan bisnis perikanan di luar negerinya, tidak di dalam negerinya. Tetapi, mereka tidak bisa kontribusi apa-apa. Komitmennya apa?" ujar Susi.
Susi mengatakan komitmen negara-negara di dunia untuk melakukan konservasi juga harus ditegaskan. "Kamu lakukan (konservasi) atau tidak? Konsekuensinya kalau tidak lakukan apa? Karena kan lautan ini semakin berkurang terus. Stok tuna semakin berkurang," tuturnya.
Simak: Ribuan Karyawan Total Akan `Bedol Deso` ke Pertamina
Susi menambahan laut lepas di seluruh dunia sudah mengalami penangkapan berlebihan atau overfishing. Hal itu disebabkan tidak adanya pihak yang dapat mengontrol. "Seolah-olah, laut lepas itu tidak ada yang punya. Jadi, semua seenaknya sendiri. Illegal fishing ini semua negara harus bekerja sama."
ANGELINA ANJAR SAWITRI