TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, meragukan keberanian PT Freeport Indonesia untuk maju ke arbitrase internasional. Menurut dia, Freeport sebagai entitas bisnis tidak akan pernah merealisasikan ancaman tersebut.
"Selain peluang untuk menang kecil, juga risikonya besar," kata Fahmy dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 25 Februari 2017. Salah satu risikonya adalah potensi merosotnya saham induk perusahaan Freeport, McMoRan Copper & Gold Inc, di bursa New York dengan kode FCX.
Harga saham FCX cenderung melemah selama Februari 2017. Pada 22 Februari, harganya tercatat melemah 5,23 persen hingga mencapai US$ 14,13 per saham. Salah satu sebabnya adalah kisruh Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia terkait dengan perubahan izin operasi dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Baca: Seleksi Komisioner OJK, 5 Nama Inkumben OJK Tak Lolos
Freeport dan pemerintah Indonesia juga pernah berseteru pada 2015 hingga menurunkan saham FCX. Situasi memanas karena masalah perpanjangan kontrak Freeport yang diindikasi diperoleh dengan cara ilegal. Saat itu skandal "papa minta saham" merebak. Rata-rata saham FCX yang tercatat senilai US$ 62 per saham sepanjang 2014 terperosok pada akhir Desember 2015. Harganya turun hingga US$ 8,3 per saham.
Baca Juga:
Berdasarkan data fluktuasi saham tersebut, Fahmy yakin kemungkinan Freeport untuk menggugat ke arbitrase internasional sangat kecil. Begitu pula dengan ancaman penghentian produksi secara total. Pasalnya, saham FCX akan terkena dampaknya dan bisa menyebabkan induk perusahaan Freeport Indonesia itu bangkrut. "Bisa jadi nanti harga tissue lebih mahal dari saham FCX," kata dia.
Simak: Pembebasan Lahan Tol Ngawi-Kertosono Dipercepat
Freeport Indonesia memberikan waktu selama 120 hari untuk bernegosiasi dengan pemerintah. Negosiasi diharapkan bisa memenuhi keinginan kedua belah pihak terkait dengan kisruh tersebut.
Fahmy optimis kedua pihak bisa mencapai kesepakatan selama negosiasi. "Ini hanya gertak sambal saja. Kalau nekat, ancaman bangkrut di depan mata," katanya.
VINDRY FLORENTIN