TEMPO.CO, Jakarta - PT PLN (Persero) menargetkan perjanjian jual-beli gas dengan BP Berau, pengelola kilang Tangguh di Teluk Bintuni, Papua, bisa diteken bulan ini. Target tersebut tertunda dari rencana sebelumnya, yakni pada pertengahan Februari.
“Direncanakan bulan ini. Karena transaksi besar, PLN perlu persetujuan Menteri BUMN. Proses administrasi sedang berjalan,” ujar Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak dan Gas PLN, Chairani Rachmatullah, kepada Tempo, Rabu,1 Maret 2017.
Meski tertunda, Chairani meyakinkan, PLN dan BP sudah menyepakati klausul utama perjanjian. Rencananya, kilang Tangguh bakal memasok gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) sebesar 20 kargo per tahun kepada PLN.
Baca : Raja Salman Datang, Aramco dan Pertamina Kerja Sama 2017
Kontrak gas tersebut akan menjadi yang kedua bagi PLN dan BP. Perjanjian pertama mereka diteken April 2016 lalu, dengan kesepakatan pasokan sebanyak 44 kargo LNG per tahun mulai 2020 hingga 2033.
Menurut Chairani, PLN akan memanfaatkan gas hasil kedua kontrak tersebut untuk memasok Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1. Pembangkit ini dirancang berkapasitas 1.760 megawatt (MW).
Sisa gas akan dialokasikan untuk pembangkit lain, seperti PLTGU Muara Karang 1.300 MW, PLTGU Belawan 800 MW, dan PLTGU Tanjung Priok berkapasitas total 2.000 MW. Chairani mengatakan kontrak gas yang diteken PLN kini tidak hanya untuk satu proyek tertentu.
“Multidestinasi. Kami menghitung total kebutuhan. Bukan per pembangkit,” ia menjelaskan.
Baca : Tujuh Anak Usaha BUMN Konstruksi Akan Go Public
PLN juga menawarkan kerja sama dengan PT Pertamina (Persero) untuk mensuplai 10 kargo LNG per tahun. Jika keduanya bersepakat, pasokan gas PLN bakal bertambah hingga 20 tahun ke depan.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan pasokan gas yang telah disepakati belum memenuhi kebutuhan PLTGU Jawa 1 untuk beroperasi selama 25 tahun. Karena itu, perusahaan membuka opsi impor gas. “Nanti pasti ada, mau impor. Kalau enggak kami rugi.”
PLN menandatangani perjanjian jual-beli listrik dengan PT Jawa Satu Power pada akhir Januari lalu. Menurut Iwan, kontrak gas adalah salah satu sarana memuluskan proses penyelesaian pendanaan (financial closing).
Jawa Satu Power adalah perusahaan yang didirikan oleh konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz. Pertamina memimpin konsorsium dengan mengendalikan 40 persen saham. Porsi yang sama dimiliki Marubeni. Adapun Sojitz hanya menguasai 20 persen.
Baca : Aramco Jadi Perusahaan Migas Terbesar, Ini Sejarahnya
Direktur Utama PLN Sofyan Basir berharap pengembang bisa menyelesaikan pendanaan pembangkit lebih cepat dari target semula, yaitu setahun. Dia juga berharap pengembang menyelesaikan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) secara paralel.
Ketua Konsorsium PLTGU Jawa 1, Ginandjar, berjanji bakal menyelesaikan pendanaan proyek tepat waktu. Dia bahkan mengklaim fase awal konstruksi bisa dimulai pada tahun ini. Tapi dia enggan menyebutkan tahap apa yang bakal dilakukan pengembang terlebih dulu. “Konsorsium selalu dinamis untuk menyesuaikan di semua area. Semua dalam konteks bisnis yang fair,” ujar dia.
PLTGU Jawa 1 diperkirakan bakal menelan biaya investasi US$ 1,8 miliar (sekitar Rp 24 triliun). Lembaga yang akan terlibat mendanai adalah Mizuho, Japan Bank of Infrastructure Cooperation, Asian Development Bank, serta Nippon Export Investment Insurance.
ROBBY IRFANY