TEMPO.CO, Jakarta - Setelah memangkas tarif listrik energi baru dan terbarukan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan kembali melakukan hal yang sama untuk pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU.
Harga listrik dari pembangkit berbahan bakar batu bara mulut tambang ditetapkan tidak melebihi biaya pokok produksi (BPP) listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) secara nasional.
Skema ini mulai berlaku setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik.
Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa harga listrik dari PLTU mulut tambang maupun nonmulut tambang mengacu pada biaya pokok produksi listrik PLN. Skema tarif tersebut sebelumnya telah diberlakukan untuk pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan.
Berdasarkan Permen No. 19, harga listrik PLTU mulut tambang ditetapkan 75% dari BPP masing-masing wilayah dengan syarat BPP wilayah tersebut tidak melebihi BPP nasional. Jika BPP wilayah di atas rata-rata biaya pokok produksi listrik nasional, harga patokan tertinggi 75% dari BPP nasional.
Sementara itu, untuk PLTU nonmulut tambang ketentuan tersebut terbagi menjadi dua yakni untuk pembangkit dengan kapasitas di atas 100 megawatt (MW) dan pembangkit dengan kapasitas sampai 100 MW. (lihat tabel) Sebagai gambaran, BPP nasional saat ini adalah US$7,5 sen per kWh, dengan demikian harga listrik PLTU baik mulut tambang dan nonmulut tambang tidak akan melebihi angka tersebut.
Skema penentuan harga tersebut membatalkan harga patokan tertinggi yang tercantum dalam Permen ESDM No. 3/2015. Dalam Permen ESDM sebelumnya, harga listrik dari PLTU nonmulut tambang ditentukan US$6,31 sen—US$11,82 sen per kWh bergantung pada kapasitas tiaptiap pembangkit. Sementara itu, untuk harga listrik PLTU mulut tambang berkisar antara US$6,9 sen—US$8,2 sen per kWh.
Regulasi baru itu bakal berlaku bagi kontrak-kontrak baru PLTU antara IPP dan PLN. Sementara itu, bagi kontrak yang sudah ditandatangani maupun dalam proses pengadaan masih menggunakan ketentuan yang lama.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, skema semacam itu diberlakukan guna mendapat harga keekonomian, di mana tarif listrik tidak lagi bergantung pada biaya ditambah margin (cost plus margin) seperti yang berlaku sebelumnya.
Menurutnya, pembangunan pembangkit listrik mulut tambang ke depan akan lebih masif. “Akan ada penambahan kapasitas mulut tambang, yang tadinya PLTU nonmulut tambang diubah menjadi PLTU mulut tambang,” katanya, Rabu (1 Maret 2017).
Jarman menilai, skema semacam itu akan menurunkan biaya produksi listrik di masing-masing wilayah. Hal itu juga akan menjadikan margin yang diterima oleh produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) lebih tinggi jika mampu mengefi sienkan biaya produksi.
Selama ini, harga jual listrik ditentukan melalui harga patokan dengan komposisi biaya produksi ditambah margin. Jika dalam pengoperasian pembangkit PLN ataupun IPP tidak efi sien, margin yang didapat akan tergerus dengan biaya produksi.
“IPP bisa dengan teknologi lebih maju maka pengoperasian bisa lebih baik sehingga menjadi keuntungan pengembang,” kata Jarman. Selain itu, tujuan diterapkannya mekanisme itu untuk menurunkan rerata biaya pokok produksi nasional. Apalagi, PLTU memiliki porsi yang signifi kan dalam bauran energi listrik di Indonesia yaitu 52% sehingga tarif listrik ke masyarakat juga dapat lebih murah.
Kementerian ESDM mencatat, saat ini sebanyak 52,6% listrik yang dibeli PLN berasal dari PLTU. Adapun kapasitas terpasang listrik dari PLTU 28.090 MW dari total kapasitas terpasang listrik di Tanah Air 54.015 MW.
Adapun, harga batu bara mengambil porsi 33,5% dari rata-rata BPP nasional yang saat ini US$7,5 sen per kWh. Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, kebijakan tersebut dapat menjaga stabilitas biaya pokok produksi PLN, hal ini juga akan berpengaruh pada tarif listrik ke masyarakat yang juga lebih rendah. Pasalnya, pembangkit listrik berbasis batu bara mendominasi bauran energi pembangkit.
BISNIS