TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menuturkan ikut dalam pembahasan program kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) saat masih menjabat sebagai Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI 2009-2014. Namun, Ahok mengaku tidak terlibat dalam dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah anggota DPR itu.
Dalam bantahannya itu, Ahok mengatakan dirinya justru menentang program e-KTP karena masih bisa disubstitusi dengan bank pembangunan daerah. Menurut dia, data masyarakat pasti akan terekam di bank pembangunan daerah setiap kali ingin membuat KTP.
"Saya paling keras menolak e-KTP. Saya bilang, pakai saja bank pembangunan daerah. Semua orang mau bikin KTP pasti ada rekamnnya kok. Saya bilang ngapain habisin Rp 5-6 triliun?" ujar Ahok.
Baca : Presiden PKS Membantah Eks Kadernya Terlibat Kasus E-KTP
Ahok menuturkan jika ada masyarakat yang ingin berdomisili di suatu daerah, misalnya di Bandung, maka mereka sudah semestinya diminta untuk mendaftarkan rekening tabungannya ke bank daerah. Mereka bisa melaporkan diri ke Bank Jabar. Sehingga, sistemnya seperti kartu tanda mahasiswa.
Selain untuk merekam identitas setiap orang dewasa, bank pembangunan daerah juga turut berkontribusidalam menjalankan program pemerintah untuk penerapan pembayaran non-tunai. Sehingga,semua orang dewasa akan memiliki kartu anjungan tunai mandiri (ATM).
Ahok menuturkan soal pemuktahiran data, tidak perlu menghabiskan biaya sebesar biaya pembuatan E-KTP. Pasalnya, Ahok menuturkan angka kematian dan kelahiran terus bertambah setiap harinya. Jika masih ada orang yang menggunakan KTP ganda, maka mereka harus membayar pajak dua kali lipat.
Simak : Sebut Nama Besar, KPK: Dakwaan Kasus E-KTP akan Mengejutkan
"Kita kembali ke zaman nabi-nabi dulu. Kamu lahir di mana, harus balik kampungnya. Sederhana kan? Saya cuma keras aja mengatakan buat apa seperti itu," ujar Ahok.
Penyidikan dugaan korupsi proyek senilai Rp 5,9 triliun ini dimulai sejak 2014 dengan menetapkan Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, sebagai tersangka. Pada 2016, KPK memberikan status tersangka kepada mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman.
LARISSA HUDA
Baca juga : Lawatan Raja Salman, Polri Museumkan Pedang Emas dari Kerajaan Arab
Video Terkait:
Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidangkan
Terkait Kasus E-KTP, Anggota DPR Ade Komarudin Diperiksa KPK
Anas Urbaningrum Diperiksa KPK Terkait Proyek E-KTP