TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Anton Gunawan memprediksi adanya peningkatan inflasi jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tahun ini. "Inflasi akan berkisar antara 4,5 persen dan 4,7 persen," katanya di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin, 6 Maret 2017.
Baca: Inflasi 2016 Terendah sejak 2010
Anton memprediksi pemerintah akan menaikkan harga BBM subsidi pada April mendatang. Alasannya, PT Pertamina (Persero) sebagai penyedia BBM mengaku merugi menjual BBM bersubsidi. Untuk solar subsidi, Pertamina mengalami defisit sejak Oktober 2016.
Berdasarkan perhitungan Pertamina, defisit solar subsidi mencapai Rp 700 per liter pada Januari 2017. Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang pada Desember 2016 menyatakan perusahaan tidak bisa lagi menambal kerugian mulai 2017.
Selama ini defisit tertutup oleh hasil penjualan solar bulan sebelumnya. Namun mulai Januari, pembukuan keuangan perusahaan akan berbeda sehingga pendapatan penjualan solar di bulan sebelumnya tidak bisa lagi dimanfaatkan untuk menutup defisit.
Baca: Tarif Listrik Naik, BPS Ingatkan Inflasi Maret dan Mei
Anton mengatakan Pertamina tidak akan bertahan lama mengatasi defisit subsidi. Pertamina bisa saja meminta tambahan subsidi. Namun, dampaknya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perlu diubah.
Anton mengimbau pasar tidak khawatir dengan kemungkinan kenaikan inflasi. Menurut dia, pemerintah biasanya akan mencoba memberi kompensasi atas kenaikan inflasi dengan program pemerintah yang lain. "Kalau inflasi naik karena BBM, biasanya nanti disertai dengan program khusus untuk menjaga kelompok bawah tidak kena dampak yang signifikan," katanya.
Bank Mandiri memprediksi inflasi sebesar 4,2 persen pada 2017. Perhitungan meliputi kenaikan tarif listrik, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan administered price tapi tidak memperhitungkan faktor kenaikan harga BBM. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi inflasi pemerintah dalam APBN 2017, yaitu sebesar 4,0 persen.
VINDRY FLORENTIN