TEMPO.CO, Jakarta - Tim Satuan Tugas Pencegahan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Non-Prosedural di Sektor Perikanan sedang melakukan investigasi terhadap perusahaan jasa pengirim anak buah kapal (ABK) ilegal ke luar negeri yang berada di sekitar Pantura. Di sana diperkirakan banyak perusahaan jasa pengiriman tenaga kerja yang mengirimkan ABK tidak sesuai dengan prosedur.
"Kami sedang cek keabsahan perusahaan-perusahaan itu," kata Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindharno kepada Tempo, Senin, 6 Maret 2017. Tim yang terdiri atas gabungan sejumlah kementerian dan lembaga itu turun ke lapangan untuk melaksanakan investigasi tersebut.
Infografik: Berdagang Orang ke Malaysia
Menurut penelusuran tim, di sekitar Pantura, seperti Indramayu dan Tegal, terdapat kantong-kantong pemberangkatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, termasuk TKI yang berangkat untuk menjadi ABK. "Kami akan bergerak ke sana memastikan perusahaan itu," kata dia.
Baca juga: Raja Salman Betah di Bali, Liburan Diperpanjang 3 Hari
Jika nanti ditemukan ada perusahaan yang melanggar, kata Soes, tim pasti akan menjatuhkan sanksi tegas berupa hukuman pidana. "Karena itu, di dalam tim ini ada kepolisian agar bisa dilakukan penegakan hukum," ujarnya.
Sambil melakukan investigasi, menurut Soes, tim juga terus berkoordinasi antarlembaga untuk mencegah pengiriman ABK ilegal ke luar negeri. Contohnya, tim telah bekerja sama dengan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mengawasi warga Indonesia yang akan ke luar negeri.
Menurut Soes, pengawasan di pintu imigrasi menjadi penting agar tak sembarang tenaga kerja bisa ke luar tanpa dokumen dan kompetensi yang memadai. Nanti, pihak imigrasi akan memeriksa secara ketat setiap warga Indonesia yang akan ke luar negeri, mulai pembuatan paspor hingga pemeriksaan di imigrasi bandar udara.
Investigasi: Jaringan 'Mafia' Penjual Manusia
Sejak awal tahun, sekitar 1.100 orang sudah terjaring dalam pengawasan ini. Dengan asumsi itu, menurut Soes, dalam sebulan setidaknya pemerintah bisa menggagalkan keberangkatan 500 orang tenaga kerja yang tak memadai.
Dengan “tangkapan” itu, Soes menilai, pada bulan ketiga masa tugas tim ini, pemerintah akan mendapat reaksi dari masyarakat. Terutama dari pihak-pihak yang keberatan karena lahan kerjanya terganggu. "Mungkin ada perusahaan atau perorangan yang menggugat," ujarnya. Namun dia yakin pihaknya akan tetap berjalan dengan kerja sama antarlembaga yang sudah terbentuk.
Koordinator Tim Satgas Illegal Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan Mas Achmad Susanto mengatakan pemberantasan ABK ilegal penting dilakukan untuk mencegah adanya perbudakan seperti yang terjadi di Taiwan. Salah satu korbannya adalah ABK asal Tegal, Supriyanto. Dia tewas setelah diduga mengalami penganiayaan di atas kapal berbendera Taiwan.
Baca juga: Kasus E-KTP Bikin Partai Politik Resah
Lebih jauh, menurut Susanto, sebaiknya ada satuan tugas yang berfokus terhadap pembenahan regulasi terkait dengan pekerja di sektor perairan. Selama ini, Indonesia belum memiliki regulasi tersebut. “Kami cuma punya untuk pekerja di darat,” kata dia. Undang-undang yang dimaksudkan adalah Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Hal yang sama diiyakan Soes. Menurut dia, ke depan memang diperlukan pembenahan regulasi perihal perlindungan terhadap para pekerja penangkap ikan tersebut. “Dan ini harus melibatkan lintas sektor,” ujarnya.
NINIS CHAIRUNISSA
Video Terkait:
Investigasi Majalah Tempo: Perdagangan Manusia ke Malaysia
Korban Perdagangan Manusia, 8 TKI Brebes Diselundupkan Lewat Laut