TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan premi industri asuransi umum pada 2016 hanya mencapai 5,1 persen, atau terendah sepanjang 5 tahun terakhir lantaran penjualan kendaraan bermotor turun.
Berdasarkan data kinerja industri asuransi umum tahun 2016 yang dirilis Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), pendapatan premi asuransi umum mencapai Rp61,9 triliun. Pada 2015 premi tercatat Rp58,9 triliun.
Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor mengatakan pada 2015 pertumbuhan premi industri masih lebih tinggi yaitu di kisaran 6,7 persen, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pertumbuhan premi masih bisa mencapai kisaran dua digit.
“Memang pertumbuhannya lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetapi kami masih bisa bertumbuh di tengah kondisi perlambatan ekonomi dan lemahnya daya beli masyarakat yang terjadi sepanjang tahun lalu,” kata Julian, Kamis (9 Maret 2017).
Menurutnya, pada tahun pendapatan premi dari lini bisnis asuransi kendaraan cenderung stagnan. Padahal, lini bisnis tersebut menjadi salah satu kontributor utama dalam menopang pertumbuhan industri.
Catatan AAUI menunjukkan total pendapatan premi asuransi kendaraan bermotor pada 2016 mencapai Rp16,37 triliun, atau cenderung landai jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya Rp16,30 triliun.
Menurutnya, penurunan permintaan kredit kendaraan bermotor berdampak negatif pada produksi premi asuransi kendaraan bermotor. Adapun, peningkatan penjualan hanya terjadi pada kendaraan roda empat jenis low cost green car (LCGC) yang tumbuh 4,59 persen sepanjang tahun lalu.
Selain itu, penurunan produksi pada tiga lini bisnis lainnya yaitu asuransi pengangkutan, asuransi kecelakaan, dan asuransi aneka turut menekan pertumbuhan industri. Khusus lini bisnis asuransi pengangkutan, dia menyatakan kinerja sektor komoditas yang belum pulih sepenuhnya pada tahun lalu membuat produksi pada lini bisnis ini turun 1,2 persen year on year (yoy).
Pertumbuhan signifikan dicatatkan lini bisnis asuransi satelit sebesar 1.297 persen yang didorong oleh peluncuran satelit pada awal tahun lalu. Pertumbuhan juga datang dari asuransi penjaminan dan asuransi kredit yakni masing-masing 29,3 persen dan 13 persen.
Kendati demikian, dari sisi nilai premi, asuransi harta benda masih menjadi kontributor utama terhadap pertumbuhan premi industri dengan pendapatan premi sebesar Rp19,07 triliun atau tumbuh 7,9 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun ini, kata Julian, AAUI lebih realistis dalam menetapkan target pertumbuhan yaitu di kisaran 7,5 persen—10 persen. Pasalnya penjualan kendaraan bermotor pada tahun ini diprediksi belum tumbuh signifikan.
RASIO KLAIM
Sementara itu, rasio klaim atau loss ratio asuransi umum pada tahun lalu justru turun. Data AAUI menunjukkan rasio klaim pada 2016 mencapai 43,9 persen atau turun jika dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya 48,8 persen.
Ketua Bidang Statistik Riset, Analisa, TI, dan Aktuaria AAUI Dadang Sukresna mengatakan menurunnya pembayaran klaim menjadi alasannya.
Pada tahun lalu, total klaim bruto asuransi umum mencapai Rp27,13 triliun atau turun 5,6 persen jika dibandingkan dengan 2015 yaitu Rp28,74 triliun. Menurutnya, penurunan klaim terjadi pada sebagian besar lini bisnis asuransi umum. Adapun, kenaikan klaim hanya terjadi pada empat lini bisnis yaitu asuransi energi, asuransi rekayasa, asuransi tanggung gugat, dan asuransi kredit.
Kendati demikian, dia optimistis rasio klaim industri tetap terjaga lantaran penyaluran klaim dari lini bisnis dengan kontribusi premi terbesar seperti asuransi harta benda, dan asuransi kendaraan justru turun.
Direktur Utama PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance) Indra Baruna mengatakan penjualan kendaraan bermotor yang menurun pada tahun lalu turut memengaruhi kinerja perusahaan.
Dia mengungkapkan, perolehan premi perusahaan pada tahun lalu berada di bawah target. Hal itu membuat perseroan memutuskan untuk menetapkan target realistis pada tahun ini yaitu di kisaran 8 persen.
Menurutnya, kontribusi bisnis kendaraan bermotor diperkirakan mencapai 60 persen dari total pendapatan premi perusahaan pada tahun ini. Adapun, kontribusi terbesar kedua diperkirakan berasal dari lini bisnis properti dengan porsi sekitar 20 persen, sedangkan 20 persen sisanya berasal dari lini pertanggungan lain.