TEMPO.CO, KUALA LUMPUR— Di saat Malaysia dan Korea Utara melakukan sedang memecahkan pertikaian diplomatik antara kedua pemerintah, kantor berita Malaysia Bernama melaporkan bahwa jaringan intelijen Korea Utara ternyata aktif di Malaysia.
Seperti dilansir Bernama, Jumat 10 Maret 2017, seorang sumber yang menolak disebutkan namanya mengatakan, sejumlah intel Korea Utara menyamar dengan berbagai profesi di antara sekitar 1.000 warga negara itu yang kini berada di Malaysia.
Baca: Intelijen Korea Utara di Indonesia Disebut Berkedok Restoran
Pembunuhan Kim Jong-nam, abang tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, di Bandara 2 Kuala Lumpur International tiga pekan lalu, telah memicu minat banyak kalangan atas operasi intelijen Pyongyang di Malaysia.
Kehadiran intelijen Korea Utara di Malaysia menurut sang sumber, memang direncanakan untuk membentuk jaringan intelijen terorganisir.
Orang itu menuding bahwa warga Korea Utara yang bekerja sebagai spesialis teknologi informasi di perusahaan lokal di Cyberjaya, patut diduga mengumpulkan informasi dan data secara internal.
Baca: Kode Rahasia dari Korea Utara di Malam Nahas Kim Jong-nam
"Ini bukan orang biasa karena mereka secara khusus dilatih sebelum dipilih oleh rezim untuk bekerja di luar negeri,” kata sumber itu.
"Sementara yang disponsori oleh perusahaan lokal, kehadiran mereka di Malaysia tidak hanya bekerja tetapi juga sebagai mata-mata yang terlatih."
Kelompok orang ini menurut sang sumber, adalah bagian dari sekitar 100 ribu warga Korea Utara yang bekerja di seluruh dunia. Mereka menjadi "sumber" berharga untuk rezim Kim Jong-un karena mereka juga mengirim uang hasil jerih payah mereka ke negara asal.
Setiap warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri wajib melaporkan keberadaan mereka di kedutaan setiap bulan dan menjalani pembekalan secara teratur.
Sumber itu mengklaim bahwa selain IT, warga Korea Utara juga aktif di bidang pertambangan bijih besi di Sarawak dan sebagai mitra untuk pengusaha Malaysia.
"Mereka mencoba untuk mengekspor produk Malaysia ke Korea Utara dan sebaliknya, meskipun mereka tahu banyak pihak yang menyadari pembatasan yang diberlakukan oleh PBB pada negara mereka."
Sumber itu juga mengatakan pengusaha membayar gaji pegawai asal Korea Utara langsung ke kedutaan mereka di sini. Sedangkan karyawan hanya akan menerima tunjangan hidup.
"Kedutaan biasanya mengambil uang dari Malaysia dalam bentuk uang tunai karena mereka tidak dapat melakukan transaksi online karena pembatasan oleh PBB di Pyongyang.”
"Mereka akan membawa tas berisi uang dan dibebaskan pergi oleh keamanan bandara saat menggunakan hak diplomatik mereka,” sang sumber menjelaskan.
Sumber itu menambahkan, jawaban atas pertanyaan mengapa Korea Utara bekerja di sektor TI dan bagaimana negara mengelola untuk menghasilkan begitu banyak, dapat ditemukan di Hackread, portal berita online berbasis Milan.
Laman itu mengungkapkan bahwa unit TI yang didirikan oleh rezim Pyongyang, yang dikenal sebagai Biro 121, terdiri dari kelompok elit peretas terlatih untuk melakukan tugas mata-mata siber dan kejahatan dunia maya.
Bernama menemukan sebuah wawancara antara portal berita itu dengan Profesor Kim Heung Kwang, warga Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan pada 2004.
Dalam wawancara itu, Kim mengatakan dia mengajar ilmu komputer di Korea Utara untuk kelompok elite peretas selama 20 tahun.
Hanya mereka yang bekerja untuk Biro 121 yang diizinkan untuk mendapatkan akses ke Internet atau untuk meninggalkan negara itu.
Namun, sumber Bernama memastikan para agen intelijen Korea Utara selalu dalam pantauan otoritas Malaysia.
"Semua badan intelijen regional menyadari kegiatan mereka. Untuk itu operasi rahasia mereka sedang diintensifkan 24 jam untuk memantau kegiatan mereka.”
BERNAMA | CHANNEL NEWSASIA | SITA PLANASARI AQUADINI