TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan ada beberapa tantangan sehingga proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) belum selesai. Selain kasus hukum yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada tantangan teknis. “Misalnya permasalahan sistem geometris,” katanya melalui sambungan telepon dalam acara Diskusi Ruang Tengah Tempo, Kamis, 9 Maret 2017.
Tjahjo mengatakan sistem geometris kadang berjalan dengan baik, kadang tidak. Server-nya juga kadang kelebihan beban. Meneruskan data dari hasil perekaman ke server pusat kadang-kadang menjadi kendala. “Secara prinsip kami harus menyampaikan mohon maaf bahwa proses ini kami sedang perbaiki,” ujarnya.
Baca: Bertemu Jokowi, Menteri Tjahjo Lapor Layanan E-KTP Tetap Berjalan
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri kembali membuka lelang proyek e-KTP karena sejak November 2016 pemenang tender sudah tidak lagi melakukan perawatan terhadap sistem geometris e-KTP. Padahal pelayanan perekaman dari daerah terus jalan. Data dikirim ke pusat juga kadang terhambat, kadang tidak.
“Mudah-mudahan di awal Maret ini tender yang kami buka kedua kalinya bisa menghasilkan pemenang untuk memperbaiki, termasuk pencetakan blangko KTP yang ada,” ujar Tjahjo.
Baca Juga:
Meski menemui berbagai tantangan, proyek pengadaan e-KTP sudah mencapai 96,1 persen. Tersisa 3,9 persen yang belum melakukan perekaman. Selama 2 tahun, kata Tjahjo, sudah hampir 178 juta penduduk yang merekam datanya dari jumlah 257 juta. Masih ada sekitar 79 juta jiwa yang belum merekam, termasuk yang sudah merekam tapi belum bisa menerima e-KTP-nya.
Tjahjo juga menjelaskan tentang akta kelahiran yang sampai Desember 2016 sudah 74,29 persen masyarakat yang mempunyai akta kelahiran. “Mudah-mudahan di akhir 2017 semua penduduk Indonesia mempunyai akta kelahiran. Termasuk KTP anak sudah mencapai 61 persen lebih di 2 tahun ini.”
Baca: KPK Yakin Punya Bukti Kuat dalam Kasus Korupsi E-KTP
Tjahjo berharap bulan ini tender e-KTP bisa disepakati. “Tender lama pada Desember lalu terpaksa saya batalkan karena tidak clean and clear,” ujarnya. “Kami ingin benar-benar bersih dan sesuai dengan standar. Bukan karena masalah hukum, tapi karena nilai anggarannya cukup besar.”
Sekarang, kata Tjahjo, banyak pihak yang menawarkan sistemnya. Misalnya ada yang menawarkan model Inavis yang dimiliki Mabes Polri. Menurut Tjahjo, model ini cukup bagus. “Apakah bisa diadopsi atau tidak, nanti dilihat sesuai dengan kebutuhan,” katanya.
Tjahjo berharap e-KTP nanti dijangkau semua lembaga swasta dan pemerintah untuk semua hal. Sehingga Kementerian Dalam Negeri juga harus menyajikan data yang sangat akurat. Misalnya, e-KTP digunakan menyangkut pajak, asuransi, perbankan, dan semua kartu yang ada. “Saya akan menata ini dengan baik,” katanya.
REZKI ALVIONITASARI
Video Terkait: