TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun mengatakan tidak heran jika proyek pengadaan elektronik kartu tanda penduduk (e-KTP) akan berujung pada korupsi. ICW sejak awal sudah menduga proyek itu akan bermasalah.
Tama menuturkan pengerjaan proyek e-KTP membutuhkan waktu yang cukup lama. “Kami sudah ingatkan dari awal, dua tahun itu enggak cukup,” kata Tama di Jakarta, Sabtu, 11 Maret 2017. Proyek e-KTP awalnya direncanakan selesai kurun waktu 2 tahun sejak dimulai pada 2011.
Baca: Mantan Penasihat KPK Ini Minta Tjahjo Kumolo Stop Proyek E-KTP
Tama mencontohkan proyek yang sama di dua negara. Belgia menyelesaikan proyek e-KTP lebih dari 5 tahun. Begitu pula dengan Hongkong yang jumlah penduduknya lebih sedikit dibanding Indonesia. Negara itu, kata dia, membutuhkan waktu lebih dari 2 tahun untuk menyelesaikan data kependudukan e-KTP.
Menurut Tama proyek e-KTP di era Menteri Gamawan Fauzi adalah proyek yang ambisius. Tidak akan cukup waktu dua tahun untuk melakukan pemutakhiran data. Misalnya secara sederhana di setiap kelurahan untuk mendata penduduk. “Ini berat, hampir tidak mungkin (waktu dua tahun),” ujarnya.
Baca juga: Bawa Pesan Megawati, Djarot Jenguk Hasyim Muzadi
Untuk itu, Tama meminta agar Gamawan bisa bertanggung jawab secara hukum. Sebab, ia menilai dia yang bertanda tangan kontrak dalam proyek senilai Rp5,9 triliun yang kini merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun itu.
Tama mengaku dalam awal-awal proyek itu bergulir, pihaknya sudah pernah menemui Kementerian Dalam Negeri. Pertemuan itu dilakukan khusus untuk membicarakan proyek e-KTP. Sebab, saat itu ICW menduga sudah ada beberapa persoalan yang terjadi pada proyek itu.
DANANG FIRMANTO
Video Terkait:
Soal Kasus E-KTP Ini Kata Menkumham Yasonna Laoly
Kasus E-KTP: BEM SI Beri Dukungan ke KPK Usut Tuntas Korupsi E-KTP
Sidang Perdana E-KTP, Terdakwa Terima Dakwaan Jaksa