TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi membubarkan dua partai politik, yakni Golkar dan Demokrat, dengan cara mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi. Alasannya, menurut Petrus, kedua partai itu diduga berperan dalam kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.
Menurut Petrus, duit e-KTP diduga berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada Setya Novanto dari Golkar serta Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin dari Demokrat. "Karena itu, saatnya Presiden Jokowi mengambil inisiatif mengajukan permohonan untuk membubarkan partai Golkar dan Demokrat ke MK berdasarkan rekomendasi hasil penyidikan KPK," kata Petrus dalam pesan tertulis, Senin, 13 Maret 2017.
Baca: Kasus E-KTP Bukti Fungsi Pengawasan DPR Lumpuh
Fraksi Golkar dan Fraksi Demokrat di DPR, kata Petrus, ikut mengawal proyek berbiaya Rp 5,9 triliun tersebut. Dari angka itu, 51 persen atau Rp 2,66 triliun rencananya akan dipergunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek. Sedangkan sisanya 49 persen atau Rp 2,55 triliun diduga dibagikan kepada beberapa pihak terkait.
Berikutnya, kata Petrus, pejabat Kementerian Dalam Negeri diduga mendapat jatah 7 persen atau Rp 365,4 miliar dan anggota Komisi Dalam Negeri DPR 5 persen atau Rp 261 miliar. Adapun politikus Golkar dan Demokrat, Setya dan Andi Agustinus serta Anas dan Nazaruddin, diduga masing-masing mendapat 11 persen atau Rp 574,2 miliar serta pelaksana pekerjaan atau rekanan menerima 15 persen atau Rp 783 miliar.
Baca: Kasus E-KTP, Setya Novanto Diperiksa KPK
“Tindak pidana korupsi proyek e-KTP telah terpenuhi karena korporasi negara sebagai salah satu pelaku dalam tindak pidana korupsiini sudah terpenuhi dan sulit dihindarkan," kata Petrus. Dia menambahkan, perlu ada pertanggungjawaban secara pidana oleh korporasi, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, Ketua DPR, serta Ketua Fraksi Golkar dan Fraksi Demokrat.
Terhadap tudingan tersebut, Ketua Umum Partai Golkar ini telah berulang kali membantahnya. "Tidak satu sen pun, baik kepada Partai Golkar maupun saya pribadi," ujar Setya pada Jumat, 10 Maret 2017. Dia bahkan menawarkan kepada pihak-pihak lain untuk mengecek rekening dan seluruh bendahara di partai.
Baca: Kasus E-KTP, KPK Sebut Hampir Semua Komisi II DPR Terima Duit
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Demokrat Benny Kabur Harman meminta KPK tidak pandang bulu dan tak takut menyeret politikus yang diduga terlibat dalam proyek e-KTP. Namun Benny tidak mau menjawab soal dugaan partainya menerima dana e-KTP. "Ini bicara tentang korupsi," ujarnya beberapa waktu lalu.
Politikus Demokrat, Khatibul Umam Wiranu, yang juga mantan anggota Komisi II DPR, menduga ada yang sengaja menggunakan namanya untuk mendapatkan aliran dana e-KTP. Dalam dakwaan, dia disebutkan menerima US$ 400 ribu. "Saya lagi cari tahu siapa yang menggunakan nama saya dan disangkutpautkan dengan soal suap e-KTP," ujar Khatibul melalui pesan pendek, Jumat, 10 Maret 2017.
DESTRIANITA | MAYA AYU PUSPITASARI
Video Terkait:
Setya Novanto: Saya Tidak Terima Dana Itu
Brebes Kekurangan 150.000 Blangko KTP Elektronik
E-KTP: Satu Proyek, Berjibun Masalah