TEMPO.CO, Beijing - Pasokan konsentrat tembaga dunia anjlok akibat terdampak dua sengketa, yakni tambang Grasberg antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia dan sengketa tambang di Escondida, Cile. Pasokan konsentrat dari dua tambang tersebut dikalkulasi menyumbang 10 persen terhadap total produksi tembaga dunia.
“Sengketa di Escondida dan Grasberg memiliki dampak besar terhadap pasokan global untuk konsentrat tembaga,” ujar Chairman Jiangxi Copper Li Baomin kepada Financial Times di Beijing, Senin, 13 Maret 2017.
Menurut Li, kondisi saat ini, ketika konsentrat tembaga tidak mengalami produksi berlebihan, merupakan pertama kali terjadi dalam 15 tahun terakhir. Konsentrat tembaga merupakan bahan baku yang biasanya digunakan pabrik pemurnian (smelter) untuk memproduksi tembaga cair menjadi anoda. Produksi tahunan konsentrat tembaga dunia diestimasi 16 juta ton. Sengketa tambang Escondida dan Grasberg dikalkulasi mengakibatkan pasokan berkurang 200 ribu ton.
Baca: Menteri Jonan Minta Total Tetap Bergabung di Blok Mahakam
Tambang Escondida dan Grasberg merupakan tambang tembaga terbesar dunia, yang masing-masing dioperasikan BHP Billiton dan perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc.
Di Escondida, para pekerja melakukan mogok kerja sejak Februari lalu. Sedangkan pasokan tembaga dari Grasberg terdampak akibat larangan ekspor pemerintah Indonesia sejak Januari lalu. Cadangan tembaga dua tambang tersebut menyumbang 8-9 persen dari total cadangan tembaga dunia.
Li mengatakan sengketa dengan pekerja di tambang Escondida bisa segera teratasi. Namun untuk sengketa antara Freeport dengan pemerintah Indonesia kemungkinan tidak akan terselesaikan dalam waktu dekat. “Sengketa dengan pemerintah Indonesia juga telah terjadi berulang kali dalam beberapa tahun,” ujarnya.
Menurut Li, bisnis Jiangxi Copper tidak akan terlalu terdampak sengketa Freeport di Indonesia. Sebab, perusahaan sudah memiliki perjanjian untuk mengalihkan sumber pasokan dari tambang Freeport di lokasi lain. Jiangxi menargetkan menaikkan kapasitas produksi menjadi 1,36 juta ton tahun ini dibanding tahun lalu 1,28 juta ton. Jiangxi Copper merupakan perusahaan smelter tembaga terbesar kedua di Cina.
Baca: Pemerintah Siap Jaring Wajib Pajak yang Enggan Ikut Tax Amnesty
Akibat aksi mogok kerja dari pekerja tambang, harga tembaga naik 4 persen sepanjang tahun ini. Pada awal Maret 2017, harga tembaga sempat mencapai level US$ 6.000 per ton dan hari ini agak menurun di level US$ 5.730 per ton. Penguatan nilai tukar (kurs) dolar Amerika Serikat dan sedikit lonjakan pasokan tembaga ke dalam sistem pergudangan, yang dikelola London Metal Exchange, telah mengakibatkan harga tembaga sedikit mengalami tekanan. Meski begitu, para analis menilai tidak ada kekurangan pasokan logam olahan saat ini.
Namun dua sengketa di Indonesia dan Cile yang berlarut-larut bisa mengakibatkan harga tembaga di pasar naik perlahan, kemudian menekan harga secara perlahan. Kondisi ini akan mendongkrak keuntungan perusahaan tambang besar, seperti Anglo American dan Glencore.
Baca: Kereta Bandara Segera Selesai, Berapa Harga Tiketnya?
Biaya pengolahan konsentrat tembaga di Asia menurun hingga level terendah dalam 4 tahun terakhir akibat perusahaan-perusahaan smelter berebut bahan baku. Biaya perawatan dan penyulingan yang dikenakan kepada pedagang untuk pengiriman ke Cina dilaporkan anjlok menjadi US$ 70 per ton dan 7 sen per pound. Biaya perawatan dan penyulingan adalah indikator penting untuk mengetahui kondisi pengetatan pasar.
Jika harga jatuh, menandakan bahan baku tidak mencukupi di bagian rantai pasokan tembaga. Li mengestimasi total konsumsi tembaga di Cina tahun ini akan menyentuh 11 juta ton, sedikit naik dibanding tahun lalu.
FINANCIAL TIMES| ABDUL MALIK