TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia menyatakan siap menggugat ganti rugi terhadap perusahaan pemilik kapal MV Caledonian Sky yang kandas dan mengakibatkan kerusakan terumbu karang di kawasan perairan Raja Ampat, Papua Barat.
"Kami siap untuk mengambil segala langkah yang diperlukan agar masyarakat tidak dirugikan dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh MV Caledonian Sky bisa segera diatasi," kata Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2017.
Baca juga: Terumbu Karang Raja Ampat Rusak, Pemilik Kapal Harus Ganti Rugi
Pemerintah juga telah membentuk tim bersama yang terdiri atas sejumlah lembaga seperti Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI, serta pemerintah daerah setempat.
Dia memaparkan, ada tiga tugas pokok gugus tugas tersebut yakni menangani aspek hukum baik perdata maupun pidana termasuk "Mutual Legal Assistance" (bantuan timbal balik) termasuk ekstradisi bila diperlukan.
Selain itu, tugas lainnya adalah melakukan penghitungan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kandasnya kapal MV Caledonian Sky, serta hal terkait lainnya seperti keselamatan navigasi. Arif menegaskan pemerintah siap menempuh segala cara agar pemilik kapal MV Caledonian Sky bersedia bertanggung jawab.
Simak pula: Kerusakan Terumbu Karang Raja Ampat Meluas Setelah Evakuasi Kapal
Kronologis rusaknya terumbu karang di Radja Ampat diawali dari masuknya sebuah kapal pesiar, MV Caledonian Sky yang berbendera Bahama dan memiliki bobot 4.200 GT itu dinakhodai oleh Kapten Keith Michael Taylor, pada 3 Maret 2017.
Kapal yang membawa 102 turis dan 79 Anak Buah Kapal (ABK) itu setelah mengelilingi Pulau Waigeo 4 untuk mengamati keanekaragaman burung serta menikmati pementasan seni, para penumpang kembali ke kapal pada siang hari tanggal 4 Maret 2017.
Kapal pesiar itu kemudian hendak melanjutkan perjalanan ke Bitung pada pukul 12.41 WIT. Di tengah perjalanan, MV Caledonian Sky kandas di atas sekumpulan terumbu karang di Raja Ampat. Untuk mengatasi hal ini, Kapten Keith Michael Taylor merujuk pada petunjuk GPS dan radar tanpa mempertimbangkan faktor gelombang dan kondisi alam lainnya.
Lihat pula: Kapal Tabrak Terumbu Karang Raja Ampat, Ini Langkah Menteri Susi
Saat kapal itu kandas, sebuah kapal penarik (tug boat) TB Audreyrob Tanjung Priok tiba dilokasi untuk mengeluarkan kapal pesiar tersebut. Namun upaya tersebut awalnya tidak berhasil karena MV Caledonian Sky terlalu berat. Kapten terus berupaya menjalankan kapal Caledonian Sky hingga akhirnya berhasil kembali berlayar pukul 23.15 WIT pada 4 Maret 2017.
Investigasi awal oleh pemerintah setempat menunjukkan bahwa luas terumbu karang yang rusak mencapai 1.600 meter persegi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusakan kekayaan alam seperti terumbu karang merupakan tindakan kriminal yang ancaman hukumannya pidana penjara. Kendati perusahaan asuransi bersedia membayar kerusakan lingkungannya, hal tersebut tidak menghilangkan aspek pidananya.
Sebelumnya, Tim Pusat Penelitian Sumber Daya Perairan Pasifik Universitas Papua merekomendasikan agar pemerintah menuntut pemilik Caledonian Sky membayar ganti rugi senilai US$ 800-1.200 per meter persegi akibat kerusakan terumbu karang di perairan Raja Ampat, Papua Barat. Rekomendasi itu disampaikan setelah melakukan evaluasi.
Baca pula: Terumbu Karang Raja Ampat Ditabrak Kapal, Begini Reaksi Walhi
Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Perairan Pasifik Universitas Papua, Ricardo F. Tapilatu, merevisi estimasi luas kerusakan terumbu karang di perairan Raja Ampat dari sebelumnya hanya 1.600 meter persegi menjadi 13.533 meter persegi. “Luas kerusakan terakhir ini keluar setelah dicek di laboratorium,” kata Ricardo kepada Tempo, Senin, 13 Maret 2017.
Menurut Ricardo, hasil evaluasi menemukan sedikitnya delapan genus terumbu karang yang rusak akibat kejadian itu. Meski jenis karang itu adalah karang umum dan bukan yang terancam punah, kata dia, “Pemulihannya memakan waktu minimal 10 tahun.”
Selain itu, kata Ricardo, daerah yang mengalami kerusakan sebenarnya merupakan zona inti pariwisata dan keamanan pangan yang hanya diperuntukkan bagi aktivitas penyelaman dan penelitian.
ANTARA | MITRA TARIGAN | EGI ADYATAMA