TEMPO.CO, Yogyakarta - Biji-biji cokelat kering mengisi tiga karung goni. Di wadah bambu terhampar biji kakao. Ada pula pohon kakao. Sedangkan di sudut lain tampak mesin pengolah cokelat ditempatkan di ruangan berkaca. Semua itu adalah beberapa koleksi yang ada di Museum Cokelat Monggo, Bantul, Yogyakarta.
Dinding ruangan museum dipenuhi dengan poster dan gambar cokelat dari banyak negara. Materi sejarah cokelat sejak ribuan tahun lalu pun terpampang di sana. Misalnya, sebuah poster bergambar suku-suku di Amerika Latin sedang menikmati cokelat.
Tak ketinggalan, di kaca dipajang dengan bungkus dan wadah cokelat dari beragam negara. Foto petani sedang memetik cokelat dan jenis pohon kakao juga terkumpul komplet.
Museum ini berlokasi tak jauh dari Desa Wisata Krebet—sentra kerajinan batik kayu. Museum edukasi tersebut berada di kompleks dua bangunan dan diberi nama Chocolate Monggo Museum and Showroom.
Museum Cokelat Monggo punya dua bangunan yang kental dengan nuansa Jawa. Kursi dan gebyok khas Jawa menghiasi ruangan. Musiknya pun berupa gending Jawa.
Museum ini didirikan Thierry Detournay, seorang warga negara Belgia. Thierry juga dikenal sebagai pendiri Cokelat Monggo, yang rumah produksinya berada di Kotagede, Yogyakarta. Tak heran, di salah satu pojok dipampangkan komik sejarah berdirinya Cokelat Monggo.
Baca: Cokelat Monggo Ekspansi ke Singapura dan Malaysia
Di tempat itu, pengunjung bisa belajar tentang sejarah cokelat serta produksi cokelat dari mengolah biji sampai menjadi cokelat siap saji. Pengunjung juga bisa bereksperimen dengan adonan cokelat. Mereka bebas memasukkan adonan cokelat ke cetakan yang ada di showroom.
“Anak-anak bisa coba bikin cokelat munjung. Berkesan dan mereka mendapat pengalaman baru,” kata Munawaroh, guru kelas 5 SD Bangunjiwo, Bantul, kepada Tempo, Senin, 13 Maret 2017. Munawaroh pernah mendampingi siswanya berkunjung ke museum tersebut.
Hasil kunjungan ke museum cokelat, kata dia, berguna untuk pelajaran bahasa Indonesia. Dari kunjungan itu, 55 siswa diminta menulis pengalamannya. Munawaroh mendapatkan informasi tentang museum itu dari seorang kawan. Letak museum juga tak jauh dari SD Bangunjiwo. Mereka berkunjung ke sana Februari lalu.
Baca: Varian Duet Cokelat dengan Buah Tropis
Karyawan Chocolate Monggo Museum and Showroom, Ariana Magdalena, mengatakan untuk bereksperimen dengan cokelat, setiap siswa hanya membayar Rp 10 ribu. Itu untuk harga promosi.
Selain siswa sekolah, kata Ariana, museum juga dikunjungi tetangga sekitar museum, yang membawa anak-anak mereka.
Lihat video: Air Terjun Tumpak Sewu, Niagara-nya Indonesia
Museum Cokelat yang dimaksudkan untuk edukasi itu baru diresmikan pada Januari 2017. Mereka yang datang ke sana kebanyakan siswa taman kanak-kanan hingga sekolah dasar.
SHINTA MAHARANI