Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ilmuwan Ungkap Cara Mendeteksi Bisnis Hoax

Editor

Saroh mutaya

image-gnews
Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggelar aksi di Blitar, Jawa Timur, 9 Februari 2017. Dalam peringatan Hari Pers Nasional mereka menuntut pemerintah segera memblokir sejumlah situs penyebar berita
Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menggelar aksi di Blitar, Jawa Timur, 9 Februari 2017. Dalam peringatan Hari Pers Nasional mereka menuntut pemerintah segera memblokir sejumlah situs penyebar berita "hoax". ANTARA/Irfan Anshori
Iklan

TEMPO.CO, Semarang- Hoaks (hoax) sering sekali diartikan sebagai berita bohong yang sengaja disebar untuk dipercayai oleh orang banyak. Penyebaran hoaks plus peran ampuh media sosial ibarat api yang disiram bensin.

Agar terhindar dari jebakan hoaks, sebaiknya netizen mewaspadai apabila ada postingan dengan kata-kata seperti ini: "Katakan like atau amin jika doa Anda pada tahun ini dijabah."

"Makin banyak yang like dan comment maka nilai jual halaman itu akan makin tinggi," kata Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) Perhimpunan Hubungan Masyarakat Semarang Yanuar Luqman, S.Sos., M.Si. pada seminar "Melawan Hoaks" di Semarang, awal pekan ini.

Selanjutnya, Facebook akan menghubungi akun orang yang populer tersebut dan izin untuk memasang iklan di halaman orang tersebut. "Dia dapat uang dan keuntungan, sementara kita yang komentar mencaci maki sesama saudara sebangsa, malah menjadikan halaman dia makin populer. Kita kehilangan kewarasan, harga diri, dan persaudaraan. Kita dipecundangi," katanya.

Baca
Ketua KPK Persoalkan Eselon I Jadi Komisaris BUMN  
Pejabat Tak Laporkan Harta, Sri Mulyani: Tak Usah Dipromosikan  
Bukukan Laba Rp 20,6 Triliun, Kinerja BCA Lampaui Ekspektasi 

Yanuar menyebutkan di beberapa media sosial, seperti Facebook, kalau artikel atau postingan banyak di-"like", harga halaman tersebut menjadi mahal. Selanjutnya, akan banyak tawaran iklan di situ.

Beberapa orang yang pandai mencari peluang, menurut dia, biasanya akan membuat halamannya akan di-"like" banyak orang.

Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang itu lantas mengemukakan latar belakang netizen mempercayai hoaks, antara lain, keterbatasan informasi.

"Individu percaya hoaks bukan karena individu tersebut mudah dibohongi, melainkan karena keterbatasan informasi," kata Yanuar dalam seminar yang diadakan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dan Yayasan Adi Bakti Wartawan (ABW).

Selain itu, tingkat popularitas informasi. Pemberitaan yang terus-menerus dan mencolok dapat menyebabkan mata (hati) seakan menjadi tertutup pada kebenaran yang ada. Berikutnya, terkait dengan ketertarikan. Individu cenderung melakukan "selective attention" sehingga seseorang tidak begitu memperhatikan topik hoaks dan langsung percaya dengan hoaks.

"Hal lainnya, confirmation bias. Jika hoaks berkaitan dengan hal yang dipercayai, info palsu akan lebih mudah diterima," ujar Yanuar Luqman di hadapan sekitar 100 peserta seminar.

Sebelumnya, anggota DPD RI Bambang Sadono memandang perlu membentengi masyarakat dari berita hoaks dengan memberi pengetahuan yang cukup mengenai teknologi informasi plus segala aturan mainnya. Edukasi terkait dengan berita hoaks itu penting supaya mereka tidak mudah memercayai informasi yang beredar di media sosial sekaligus mencegah netizen berurusan dengan hukum.

Selain itu, kata Bambang yang juga Ketua Badan Pengkajian MPR RI, netizen bisa membedakan apakah informasi di media sosial itu benar atau hoaks. Dengan demikian, mereka akan lebih berhati-hati sebelum menyebarluaskan informasi melalui media sosial.

Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Provinsi Jawa Tengah Evi Sulistyorini tampil dengan materi berjudul "Melawan Pemberitaan Tidak Benar (Hoax)", mengajak masyarakat untuk memerangi berita hoaks.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Evi lantas menyebutkan sejumlah kegiatan, antara lain, Deklarasi Masyarakat Indonesia Antihoaks oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di kawasan Car Free Day Jalan Pahlawan, Minggu (8 Januari 2017); acara di sebuah stasiun televisi swasta di Semarang dengan tema "Melawan Berita Tidak Benar (Hoax)", Selasa (10 Januari 2017); "Tolak Hoax" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Senin (9 Januari 2017); publikasi melalui media sosial.

Pada kesempatan itu dia juga mengingatkan akan sanksi yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam Pasal 28 Ayat (1) UU ITE, disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, dapat dituntut di sidang pengadilan.

"Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) atau Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah," katanya lagi.

Evi Sulistyorini berpendapat bahwa informasi hoaks sangat rentan menimbulkan hal-hal negatif, apalagi bersangkutan dengan unsur kekerasan, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta politik.

Bahkan, menurut Pemimpin Redaksi Wawasan Gunawan Permadi, netizen paling sering menerima informasi terkait dengan sosial politik, seperti pilkada dan pemerintah, atau persentasenya sekitar 91,8 persen.

Jenis hoaks lainnya, yakni SARA sekitar 88,6 persen; kesehatan 41,2 persen; makanan dan minuman 32,6 persen; penipuan keuangan 24,5 persen; ilmu pengetahuan dan teknologi 23,7 persen; berita duka 18,8 persen; candaan 17,6 persen; bencana alam 10,3 persen; lalu lintas 4 persen.

Yanuar Luqman memandang perlu penegakan hukum terkait dengan hoaks. "Menegakkan hukum terkait dengan penyebaran hoaks adalah dengan menangkap pembuatnya, bukan hanya orang yang menyebarkan kabar tersebut," ucapnya.

Apalagi, Indonesia memiliki sejumlah instrumen hukum untuk mengatasi berita bohong, seperti UU ITE dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, perlu pula melibatkan penyelenggara platform untuk melawan hoaks, di samping perlu ada edukasi bagi masyarakat untuk melapor bila menemukan hoaks dan pelakunya diaduan melalui konten@mail.kominfo.go.id.

Untuk mengetahui apakah informasi itu hoaks atau tidak, Gunawan Permadi memaparkan ciri-cirinya, yakni tidak mengikuti kaidah 5W + 1H (what, where, when, who, why, how); ajakan kirimkan, "share", "like", ....

Ciri lainnya: bahasa terlalu berempati; huruf kapital; tanda seru yang over; tidak ada di media resmi; narasumber tidak jelas, tanpa otoritas; bahasa tidak baku. Dengan mengetahui ciri-ciri tersebut, semoga masyarakat tidak terjebak dengan hoaks, apalagi terkait dengan SARA dan pemerintahan.

ANTARA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Beredar Video Dampak Gempa di Pulau Bawean, BMKG: Hoax

7 hari lalu

Beredar video dampak gempa Jumat sore di Pulau Bawean yang dibantah BMKG. (infobmkgjuanda)
Beredar Video Dampak Gempa di Pulau Bawean, BMKG: Hoax

BMKG menyatakan bahwa video tersebut bukan dampak dari gempa magnitudo 6,5 di Laut Jawa pada Jumat sore.


Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

7 hari lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin Sidang Pengucapan Putusan Uji Materi Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Permohonan uji materi diajukan oleh Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait pasal-pasal pencemaran nama baik dan berita bohong. Pasal-pasal yang diuji materi antara lain, Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946; Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE; serta Pasal 310 KUHP. Pasal-pasal tersebut dianggap melanggar prinsip nilai negara hukum yang demokratis serta hak asasi manusia, dan seringkali disalahgunakan untuk menjerat warga sipil yang melakukan kritik terhadap kebijakan pejabat publik. TEMPO/Subekti.
Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus pidana berita bohong.


Sederet Kontroversi Ratna Sarumpaet, Terbaru Keluar Pakai Mobil saat Perayaan Nyepi di Bali

17 hari lalu

Ratna Sarumpaet saat memberikan keterangan pers di kediamannya di Jalan Kampung Melayu Kecil V, Jakarta, Kamis, 26 Desember 2019. Ia divonis dua tahun penjara yang diterimanya untuk dakwaan menyebarkan berita bohong alias hoax.  TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Sederet Kontroversi Ratna Sarumpaet, Terbaru Keluar Pakai Mobil saat Perayaan Nyepi di Bali

Ratna Sarumpaet kembali menjadi perbincangan publik lantaran aksinya keluar rumah dengan mobil saat perayaan Nyepi di Bali.


Cegah Termakan Hoax Soal Infertilitas, Edukasi Diri dengan Informasi Penting Ini

21 hari lalu

PT Merck Tbk, (Merck) perusahaan sains dan teknologi di bidang kesehatan, dan Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI) berkolaborasi memperbarui situs MauPunyaAnak.id/Tempo-Mitra Tarigan
Cegah Termakan Hoax Soal Infertilitas, Edukasi Diri dengan Informasi Penting Ini

Pakar fertilitas dari RSCM ingatkan pentingnya edukasi diri soal kesuburan agar tercegah termakan isu hoax soal infertilitas.


Le Minerale Jadi Korban Persaingan Bisnis Tak Etis

24 hari lalu

Le Minerale Jadi Korban Persaingan Bisnis Tak Etis

Le Minerale dapat menangkis berbagai serangan terkait keamanan dan mutu produknya dengan menggambarkan ketaatan perusahaan


Produsen yang Dirugikan oleh Hoaks Influencer Bisa Tempuh Jalur Hukum

24 hari lalu

Produsen yang Dirugikan oleh Hoaks Influencer Bisa Tempuh Jalur Hukum

Upaya terus-menerus dari sejumlah pihak untuk memojokkan Le Minerale sejatinya tak lebih dari persaingan bisnis yang tidak etis.


Influencer Pembuat Konten Penyebar Hoaks Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

24 hari lalu

Influencer Pembuat Konten Penyebar Hoaks Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

Masyarakat diminta agar selalu bersikap cermat dan bijak di jagad maya


Disebut Bisa Melunasi Utang Pinjol, YLKI: Tidak Benar

26 Januari 2024

Ilustrasi Pinjaman Online. Freepix: Rawpixel.com
Disebut Bisa Melunasi Utang Pinjol, YLKI: Tidak Benar

YLKI meminta masyarakat untuk tidak termakan terhadap berita hoax tentang pelunasan utang pinjol.


Ramai-ramai Bela Palti Hutabarat, Pegiat Medsos yang Ditangkap Polisi

20 Januari 2024

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Jumat (19/1/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)
Ramai-ramai Bela Palti Hutabarat, Pegiat Medsos yang Ditangkap Polisi

Penangkapan pegiat medsos, Palti Hutabarat, oleh polisi dipertanyakan sejumlah pihak. Ini kata mereka.


Palti Hutabarat Ditangkap, Polri: Penangkapan Didasari 2 Laporan

19 Januari 2024

Ilustrasi Bareskrim Polri. Foto ANTARA
Palti Hutabarat Ditangkap, Polri: Penangkapan Didasari 2 Laporan

Polri membenarkan penangkapan penggiat medsos Palti Hutabarat. Ia diduga mengunggah konten hoax soal dukungan pejabat ke paslon tertentu.