TEMPO.CO, Jakarta - PT PLN (Persero) tidak kunjung memulai pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Upper Cisokan, Jawa Barat. Pembangunan pembangkit tenaga air terbesar ini molor dari target awal konstruksi yaitu Maret 2016.
Direktur PLN Regional Jawa Bagian Tengah Nasri Sebayang berdalih pembangunan terhalang longsornya jalan hantar menuju pembangkit sepanjang 25 kilometer. Akibatnya, sampai saat ini kontraktor harus memperbaiki jalan yang rusak parah. "Kami negosiasi supaya mereka memperbaiki jalan itu. Karena musim hujan kemarin," ujar Nasri di kantor pusat PLN, Jumat, 17 Maret 2017.
Meski molor, Nasri percaya diri target operasi PLTA tidak terganggu. Perusahaan menjadwalkan pembangkit berkapasitas 4 x 260 Megawatt (MW) memproduksi listrik mulai 2021. Kontraktor yang mengerjakan adalah konsorsium DAELIM Industrial Co asal Korea Selatan, ASTALDI dari Italia, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Rencananya, konstruksi pembangkit mencakup pembangunan bendungan (upper dan lower dam) dan pembuatan terowongan serta bangunan pembangkit listrik (power house). Proyek bendungan diperkirakan memakan waktu 3,9 tahun.
PLN membangun Upper Cisokan melalui lima paket konstruksi. Menurut Nasri, terdapat beberapa pekerjaan yang sifatnya paralel. Seperti pekerjaan paket pekerjaan hidrolik yang dimulai pada Juli 2016. Sedangkan untuk pengerjaan transmisi, turbin, dan generator baru bisa dilakukan pada 2019.
Pengisian waduk rencananya bakal dimulai pada 2020. "Pekerjaan ini memakan waktu lebih dari 50 bulan. Sehingga baru selesai tahun 2020. Pengisian waduk awal 2020," kata Nasri.
PLTA Upper Cisokan diketahui masuk Fast Track Program Kelistrikan tahap II yang direncanakan pada 2010. Proyek menelan anggaran US$ 1,1 miliar. Saat ini, PLN sudah mengantongi pinjaman lunak dari Bank Dunia sebesar US$ 640 juta. Biaya sisanya memakai duit perusahaan.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan program fast track pembangkit memang belum bisa selesai tahun ini. Dia memperkirakan hingga akhir tahun, realisasi fast track baru mencapai 90 persen. "Selain karena ada pembangkit yang terkendala," ujarnya.
ROBBY IRFANY