TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia, Arie Wibowo, mengatakan konsep pengembangan pesawat perintis N219 versi amfibi ini juga sempat dipamerkan di sejumlah pameran, termasuk ajang Indo Deffence.
“Kita ingin melihat antusiasme masyarakat dan lembaga pemerintah apakah ada ketertarikan, dan ternyata memang kelihatan banyak yang membutuhkan kalau ada pesawat semacam ini,” kata dia saat dihubungi Tempo, Minggu, 19 Maret 2017.
Baca: Prototipe N219 Terbang Perdana Pertengahan Tahun Ini
Arie mengaku sejumlah perusahaan sudah menanyakan kapan penjualan pesawat N219 tipe amfibi ini dilakukan. “Antusiasme ada, yang penting kebutuhan itu ada untuk pulau-pulau kecil di timur. Tapi kita belum bisa jual karena kita belum punya modalnya, pesawatnya saja sekarang belum mendapat sertifikat, kita enggak mau juga terlalu kenceng,” kata Arie.
Chief Engineering Program Pesawat N219 PT Dirgantara Indonesia, Palmana Banandhi, mengatakan perusahaan akan memulai pengembangan konsep N219 versi amfibi ini setelah pesawat basic N219 terbang perdana.
Baca: PTDI Bekerjasama Dengan Industri Kedirgantaraan Korea
“Kita lagi konsentrasi menyelesaikan ini dulu, at least N219 basic sudah terbang, maka kita akan memulai perancangan lebih detil terkait versi amfibi,” kata dia saat dihubungi Tempo, Minggu, 19 Maret 2017.
Palmana mengatakan saat ini pesawat N219 versi basic sudah mulau memasuki ground test untuk semua sistem yang sudah dipasang di pesawat seperti sistem avionik, kendali, hingga pengereman.
April ini dijadwalkan akan memulai tes engine run pesawat itu. “Masih ada beberapa tahap yang harus dilakukan dengan hati-hati sebelum nanti menyatakan pesawatnya siap diterbangkan. Semua harus betul-betul sempurna,” kata dia.
Baca: Menristekdikti: Produksi Pesawat N-219 Jadi Target 2017
Menurut Palmana, pesawat N219 ini sejak awal dirancang sebagai pesawat multifungsi agar bisa dipasang beragam misi. “Kita sudah mencoba memikirkan ke arah deviatifnya, pesawat ini dirancang untuk multi-purpose, untuk pesawat penumpang, kargo, medical evac, bisa dipasang peralatan sistem pengawasan untuk surveilance laut, bisa juga amfibi,” kata dia.
Palmana mengatakan, sejumlah pesawat pesaing N219 yang sudah ada juga mengembangkan versi amfibi, misalnya Twin Otter versi amfibi. Rancangan N219 juga sudah sejak awal dipersiapkan untuk menyainginya.
“Kita melihat pesawat setipe juga bisa, kalua melihat kajian memungkinkan. Kita akan masuk ke situ, makanya sudah kita buatkan konsep konfigurasinya,” kata dia.
Menurut Palmana, salah satu keunggulan pesawat N219 ini adalah kemampuannya mengangkat beban lebih besar dibanding pesawat sejenisnya. Pesawat perintis N219 misalnya disiapkan memiliki beban 7.030 kilogram, termasuk di dalamnya sudah menghitung payload hingga 2.300 kilogram.
Pengembangan versi amfibi kemungkinan akan mengorbankan kemampuan mengangkut beban itu. “Penggantian sistem amfibi akan ada penalti, misalnya sistem amfibi cukup berat dibandingkan landing gear biasa. Kita belum menentukan sistem amfibi yang mau digunakan, masih mengkaji beberapa alternatif sistem amfibi yang ada. Di situ akan ada penalti, angkanya belum bisa dipastikan,” kata Palmana.
Palmana mengatakan, kemungkinan kemampuan mengangkut beban N219 akan berkurang 100-200 kilogram dengan pemasangan pesawat itu. Sementara struktur pesawat tipe basic N219 sendiri tidak perlu menjalani modifikasi karena sejak awal sudah dipersiapkan mempunyai kerangka lebih kuat untuk menahan tekanan saat pesawat ini berubah menjadi versi amfibi.
AHMAD FIKRI