TEMPO.CO, Samarinda - Sekretaris Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura) berinisial DW telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Peti Kemas Palaran, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Selain menetapkan DW, polisi menetapkan Ketua Pemuda Demokrasi Indonesia Bersatu (PDIB) Samarinda berinsial HS dan Sekretaris PDIB Samarinda berinisial AN sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
"Sekretaris Komura (DW) mengadministrasikan itu (aktivitas pungli) dan mengetahui semua kegiatan tersebut serta ikut menikmati pungutan-pungutan itu," kata Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Safaruddin saat dihubungi Tempo dari Samarinda, Minggu, 19 Maret 2017.
Baca: Pungli, Wali Kota Samarinda Dicecar 15 Pertanyaan Selama 12 Jam
Safaruddin menjelaskan, DW ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan pemerasan terhadap pengguna jasa bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Palaran, Kota Samarinda.
Adapun HS dan AN, kata Safaruddin, keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan pungutan terhadap setiap kendaraan yang masuk pelabuhan peti kemas dengan tarif Rp 20 ribu per truk. "Kalau HS kan Ketua PDIB, kalau AN ini sekretarisnya yang mengetahui dan menetapkan tarif Rp 20 ribu itu," tuturnya.
Ketiga tersangka untuk sementara dijerat Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pemerasan. Namun, Safaruddin menegaskan, pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini. Untuk Sekretaris Komura, kata dia, ada kemungkinan dijerat dengan Pasal Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pencucian Uang.
Baca: OTT Pungli di Samarinda, Ketua Komura Jelaskan Soal Uang Rp 6,1 M
"Banyak dokumen yang kami sita, jadi harus diteliti satu per satu. Keterangan saksi kami sesuaikan dengan dokumen yang disita," kata polisi berpangkat bintang dua tersebut.
Sebanyak 25 orang telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Menurut Safaruddin, tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah setelah pengembangan kasus.
Kasus dugaan pungutan liar di pelabuhan peti kemas di Samarinda bermula dari laporan masyarakat ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dan Polda Kalimantan Timur. "Laporan yang masuk menyebutkan biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp 10 ribu, sedangkan di Samarinda untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp 180 ribu dan yang 40 feet Rp 350 ribu. Jadi selisihnya lebih dari 180 persen," ujar Safaruddin.
Baca: Menteri Budi Dukung Polisi Usut Tuntas OTT Pungli di Samarinda
Menurut Safaruddin, secara sepihak mereka mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. "Padahal di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau crane, tapi mereka meminta bayaran. Namun tidak melalui kegiatan buruh," dia menjelaskan.
Berdasarkan laporan dari masyarakat, tim gabungan kepolisian melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di pelabuhan tersebut. Dari OTT tersebut, polisi menyita Rp 6,1 miliar, dua unit CPU, serta sejumlah dokumen dari kantor Komura.
FIRMAN HIDAYAT| SAPRI MAULANA | ANTARA