TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan kebijakan pemerintah pusat untuk penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mengalami kendala.
"Memang apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat dengan paket ekonomi itu belum sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah daerah," kata Basuki, Senin, 20 Maret 2017, seusai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta.
Baca: Mengapa Program Sejuta Rumah Hanya Terealisasi 80 ...
Menurut Basuki, Wapres telah mengeluarkan surat kepada Menteri Dalam Negeri untuk menginstruksikan agar kepala daerah segera membuat peraturan guna mempermudah perizinan rumah MBR. "Mendagri sudah mengeluarkan edaran. Baru pada Februari, beberapa Pemda yang melaksanakan konsep paket ekonomi berupa penyederhanaan izin," katanya.
Pertemuan dengan Wapres juga dihadiri pengurus Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi). Basuki mengatakan, Kalla memberi arahan pada pengurus Apersi agar pengusaha melakukan upaya dan inovasi untuk bisa meyakinkan pemda bahwa penyediaan MBR adalah kebutuhan rakyat. Dengan demikian, proses perizinan oleh pemda bisa
lebih sederhana.
"Sebagai saudagar memang harus tidak bisa dengan perpres, dengan PP semua beres. Semua harus ada upaya, harus ada inovasi pengusaha untuk bisa menyakinkan pemerintah daerah bahwa ini untuk kebutuhan rakyat," kata Basuki soal arahan Wapres.
Simak: Pemerintah Siapkan Subsidi Uang Muka KPR Rp 2,2 Triliun
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah melaporkan pada Kalla bahwa program rumah MBR belum sepenuhnya didukung pemerintah daerah. "Kami menyampaikan beberapa kendala penyediaan rumah MBR diantaranya kurang didukung pemerintah oleh pemerintah daerah untuk perizinan dan mungkin juga infrastruktur," katanya.
Junaidi mengapresiasi pemerintah pusat yang telah mengeluarkan paket kebijakan untuk mempercepat program penyediaan rumah MBR. Namun, praktek di lapangan dianggap belum ada kemajuan. Pengembang masih menghadapi banyak hambatan. Keinginan pemerintah pusat agar perizinan dilakukan satu pintu belum terealisasi. "Masih terjadi banyak pintunya," katanya.
Begitu bayaknya perizinan, Junaidi mengatakan ada daerah yang pengurusan izinnya lebih dari lima bulan. Lamanya perizinan juga disebabkan ketidakterbukaan pemerintah daerah untuk mencerdaskan masyarakat dalam pengurusan izin. Ada yang ditutup-tutupi pemerintah daerah sehingga masyarakat terkesan tidak mengerti apa-apa untuk mengurus perizinan.
Junaidi mencontohkan pengurusan site plan yang pasti salah. Padahal site plan dibuat insinyur yang mempunyai pendidikan sama di luar. "Tapi insinyur kita selalu salah untuk arsiteknya. Padahal pendidikan sama, tapi ketika masuk sana pasti salah. Berarti kan harus melalui orang di dalam birokrasi," kata Junaidi. Artinya, pengembang harus mengeluarkan uang untuk mengurus site plan.
Pemerintah pusat sebenarnya telah meminta pemerintah daerah untuk membuat perda yang memudahkan perizinan pembangunan rumah MBR. Dalam rapat di kantor Wapres pada pertengahan Februari lalu, Kalla meminta Kementerian Dalam Negeri untuk membuat instruksi kepada pemerintah daerah segera menyusun perda.
AMIRULLAH SUHADA