TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Takdi Ali Suhan, mengatakan timnya akan memasukkan peran Direktur Utama PT Rakabu Sejahtera, Arif Budi Sulistyo, dalam berkas tuntutan bagi terdakwa Direktur Utama PT EK Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair. Ali menyatakan perihal ini selepas sidang kasus suap pajak dengan terdakwa Rajamohanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 20 Maret 2017.
Pada sidang Senin kemarin, jaksa memanggil dan memeriksa empat saksi terakhir: Arif; Handang Soekarno; ajudan Dirjen Pajak, Andreas Setiawan; dan pegawai pajak Surabaya, Yustinus. Selama dua jam, hakim dan jaksa mencecar Arif.
Baca: Kasus Suap Pajak, Dari Ancaman Sampai Sebut Nama Ipar Jokowi
Jaksa Ali menyatakan ada sejumlah fakta keterlibatan dan kejanggalan kesaksian adik ipar Presiden Joko Widodo itu dalam kasus dugaan suap pejabat pajak. “Menurut kami ada beberapa yang perlu diperhatikan dan masuk dalam tuntutan nanti,” kata Takdir setelah sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
KPK menangkap tangan Rajamohanan selepas menyerahkan uang senilai Rp 1,9 miliar kepada Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, di kawasan Springhill Residence, Kemayoran, 21 November 2016. Nama Arif mulai mencuat saat jaksa membacakan dakwaan bagi Rajamohanan, 13 Februari 2017. Dalam berkas itu, Arif diduga aktif membantu Rajamohanan dengan melobi pejabat pajak untuk menyelesaikan kasus pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia.
Baca: Ipar Jokowi & Suap Pajak (1), Ternyata Arif Pernah Diperiksa
Takdir menanyakan kepada Arif tentang duit Rajamohanan dalam dua koper senilai Rp 1,5 miliar yang dibawa ke Solo, awal November 2016. Dalam persidangan sebelumnya, sekretaris Rajamohanan, Mustika Rani, mengatakan bosnya membawa duit tunai saat bertemu dengan Arif. Koper berisi duit tersebut sempat dititipkan ke dalam mobil Arif. Tapi, saat hendak kembali ke Jakarta, menurut Mustika, Rajamohanan sudah tidak menenteng koper berisi duit tersebut.
“Duit itu katanya buat beli tanah di Solo, tapi tidak jadi. Kok, hilang tak dibawa lagi ke Jakarta?” ujar Takdir.
Rajamohanan mengklaim duit tersebut hendak digunakan membeli tanah untuk membangun pabrik dan pengembangan bisnis kacang mete di Wonogiri. Dia berdalih, pemilik tanah dan petani setempat ingin melihat uang dalam bentuk tunai sebelum transaksi. Rajamohanan tak mampu menjelaskan detail bagaimana cara duit itu dibawa kembali. “Ada kok, saya bawa pulang lagi,” ujar dia.
Baca: Penyuap Pejabat Direktorat Jenderal Pajak Akui Minta Bantuan Ipar Jokowi
Jaksa KPK Ali Fikri juga mencecar Arif tentang keterlibatannya dalam penyelesaian masalah pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia. Dia menilai janggal jika Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi sampai menjelaskan secara langsung tentang tax amnesty kepada Arif di Gedung Ditjen Pajak, 23 September 2016. Menurut dia, Arif akhirnya ikut program pengampunan pajak di Solo, bukan Jakarta.
“Ditjen Pajak itu punya Tim 100 untuk sosialisasi tax amnesty. Buat apa jauh-jauh ke Jakarta dan ketemu sampai Dirjen?” tutur Fikri.
Arif berdalih hanya ingin membantu Rajamohanan sebagai sesama rekan bisnis. Dia membantah telah melobi dan berkomunikasi dengan pejabat pajak, termasuk Kepala Kantor Wilayah Jakarta Khusus Muhammad Haniv. Dia juga berkukuh mengatakan pertemuannya dengan Ken hanya membahas pengampunan pajak PT Rakabu Sejahtera.
Baca: Iparnya Terkait Suap Pajak, Jokowi Tak Akan Intervensi KPK
“Saya pernah dibantu Handang, saya hanya berpikir mungkin Mohan juga bisa dibantu,” kata Arif.
Adapun Handang mengklaim sama sekali tak tahu tentang lobi dan komunikasi Arif dengan Ken. Menurut dia, masalah PT EK Prima hanya antara dirinya dan Rajamohanan. “Duit itu untuk saya sendiri. Tapi saya belum sempat bantu apa-apa, cuma memberikan saran,” kata Handang.
MAYA AYU PUSPITASARI