TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan efektivitas undang-undang nomor 2 tahun 2017 tak akan maksimal. Dia merasa undang-undang tentang Jasa Konstruksi ini hanya akan memiliki efektivitas sebesar 60 persen saja.
"Saya tidak pesimistis, kalau Anda bikin aturan begini, ukur efektivitasnya saja," kata Ichsanuddin Noorsy saat ditemui di DPR RI, Jakarta, Selasa 21 Maret 2017.
Menurut Ichsanuddin, masalah dalam undang-undang ini adalah apakah daya saing pelaku jasa konstruksi domestik sudah memiliki daya saing dibandingkan negara lain. Dia melihat di Jakarta saja, ada sejumlah negara pesaing besar pelaku jasa konstruksi domestik.
Baca: KemenPUPR: UU Jasa Konstruksi Tak Menabrak Aturan MEA
Pesaing tersebut adalah Jepang, Korea Selatan, Cina dan juga India. Ichsanuddin menuturkan di sektor manajemen konstruksi khususnya di properti, Singapura juga bermain cukup habis-habisan di sana. "Jakarta membuktikan Indonesia merupakan kuli di jasa konstruksi," ujar Ichsanuddin.
Lebih lanjut, Ichsanuddin mengungkapkan pembiayaan konstruksi di APBN 2017 mengalami kenaikan sebesar 118 persen. Kalau sumber pembiayaannya berasal dari utang luar negeri, jelas negara akan terdikte. "Kita jadi tuan rumah? Tidak bisa," tutur Ichsanuddin.
Simak: RUU Jasa Konstruksi Jadi UU, Fahri: Kita Sedang Membangun
Ichsanuddin menjelaskan cara berpikir pembangunan infrastruktur adalah berpikir tentang daya dukung kehidupan manusia, sehingga dengan begitu undang-undang jasa konstruksi dia anggap belum mampu mengatasi ketimpangan pembangunan. "UU ini tak berarti mampu atasi ketimpangan."
DIKO OKTARA