TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno menjadi salah satu saksi di sidang e-KTP atau kartu tanda penduduk elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, hari ini, Kamis, 23 Maret 2017. Dalam dakwaan, Teguh disbeut menerima 167 ribu dolar AS terkait proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu. Dalam persidangan itu, Teguh ditanya soal rapat persetujuan usulan program e-KTP.
"Masih ingat hal yang berkaitan dengan e-KTP? Itu proyek apa?," tanya Ketua Majelis Hakim John Halasan dalam sidang. Teguh pun menjawab, "E-KTP adalan program dari Kementerian Dalam Negeri untuk buat 'single identity number' bisa menjadi identitas tunggal."
Baca: Sidang E-KTP, Teguh Juwarno Ngaku Tak Pernah Hadiri Rapat
"Apa kaitan Komisi II dengan Kementerian dalam Negeri?," taya Hakim John. Teguh menjawab, "Komisi II bermitra dengan Kementerian Dalam Negeri."
"Jumlah rapat e-KTP yang terjadi tentu tidak hafal, Berdasarkan notulen bulan Mei, ada dua rapat penting. Pertama, rapat kerja dengan Kemendagri dengan Komisi II pada 5 Mei 2010, itu rapat usulan anggaran kemudian Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen Kemendagri pada 11 Mei 2010," Teguh menjelaskan.
"Peran dan fungsi terkait e-KTP?," tanya Hakim John.
"Kalau dari sisi kami, tugas kami pengawas, 'budgeting', dan legislasi. Pemerintah mengusulkan, komisi yang menyetujui," jawab Teguh.
"Apakah itu disetujui?" tanya Hakim John. Saat pembahasan e-KTP disetujui, Teguh mengaku tidak di komisi itu lagi. "Pada saat disetujui, saya sudah tidak di Komisi II," jawab Teguh.
Baca: Sidang E-KTP, Teguh dan Taufik Ngaku Tak Kenal Andi Narogong
Teguh mengaku tidak tahu-menahu soal rapat-rapat pembahasan e-KTP. politikus PAN itu beralasan saat rapat besar e-KTP berlangsung pada Mei 2010, ia sedang sakit dan tidak bisa hadir.
"Saya saat itu sedang sakit karena urat tendon besar kaki saya putus ketika bermain futsal di DPR, dan operasi besar pada 7 Mei, jadi praktis rapat itu saya tidak pernah ikut," ujarnya.
Rapat besar yang dimaksud Teguh terjadi pada 5 dan 11 Mei 2010. Pada 5 Mei agendanya adalah rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri, sedang 11 Mei agendanya rapat dengar pendapat dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Menurut Teguh, pada rapat-rapat itu hampir semua anggota Komisi II mendukung proyek e-KTP. Sebab, mereka menilai masyarakat perlu memiliki identitas tunggal demi keamanan. Selain itu, mereka juga ingin mengkondisikan agar daftar pemilih tetap pemilu 2014 jangan sampai berubah.
Baca: Sidang E-KTP, Mantan Pemimpin Komisi II DPR Membantah Terima Uang
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mempertanyakan keterangan Teguh. Jika ia tidak pernah hadir rapat, lantas bagaimana ia tahu bahwa hampir semua anggota Komisi II mendukung program e-KTP?
Teguh berdalih bahwa ia mengetahui kesimpulan isi rapat itu saat diperiksa penyidik KPK. "Setelah saya diperiksa, saya minta notulensi rapat dan saya baca, dari situ saya tahu," ucap dia.
Selain rapat-rapat formal, Teguh mengatakan, ia juga tidak pernah menghadiri rapat-rapat informal anggota dewan untuk membahas proyek senilai Rp 5,9 triliun itu. Ia pun membantah bahwa untuk memuluskan pembahasan anggaran proyek, ada uang yang dibagi-bagi.
Pada proyek e-KTP, Komisi II DPR bertugas untuk menyetujui pembiayaan yang diambil dari APBN 2012. Dalam dakwaan dua terdakwa korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto disebutkan bahwa untuk menyetujui anggaran itu, para anggota DPR mendapatkan uang pelicin.
Beberapa rapat informal yang dilakukan anggota DPR dan pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri diduga membahas soal pembagian uang.
ANTARA | MAYA AYU PUSPITASARI