TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Agus Rahardjo memberi sinyal akan diungkapkannya nama-nama besar dalam kasus e-KTP. Itu kemudian terbukti dengan disebutkan sejumlah nama anggota DPR, mantan menteri, pejabat daerah, dan pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam dakwaan KPK terhadap tersangka korupsi e-KTP, Sugiharto dan Irman. Mantan Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas saat itu juga, mengingatkan, "KPK harus mewaspadai serangan politik," katanya, 9 Maret 2017.
Silakan baca:
Busyro: Setelah Ungkap E-KTP, KPK Harus Waspadai Serangan Politik
Dan, ketika revisi UU KPK kemudian muncul, maka ramai pula orang merasa itu sebagai serangan politik dan pelemahan KPK. "DPR sepertinya tidak pernah kapok, apalagi mawas diri untuk membasmi sistem dan gerakan pemberantasan korupsi yang sudah diamanatkan UU ke KPK," kata Busyro kepada Tempo, Kamis, 23 Maret 2017.
Baca juga:
UGM Tolak Revisi UU KPK
Pemerintah Belum Revisi UU KPK, Fahri: Tak Jalan Barang Itu
Jika DPR terus mendorong revisi UU KPK, yang oleh KPK dan beberapa penggiat anti-korupsi telah ditolak itu, Busyro sangat menyayangkan. "Itu menjadi lambang kematian moral DPR," katanya, menegaskan. Revisi UU KPK itu menyangkut jantung lembaga rasuah itu, antara lain penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan penerbitan SP3, serta penyelidik dan penyidik KPK.
Busyro mengharapkan, DPR sebagai wakil rakyat melihat secara lebih jernih bahwa rakyat ini bisa semakin ‘terbunuh’ secara pelan-pelan oleh mesin politik korup. "Tapi, alih-alih membela rakyat, yang terjadi justru DPR berkali-kali telah mencoba memutilasi KPK," kata Busyro Muqoddas.
Meskipun usaha melemahkan KPK itu gagal, menurut Busyro, karena dilawan masyarakat sipil bersama pegawai KPK dengan gigih. "Mengapa kini ‘nafsu rendah’ itu diumbar kembali?" kata Busyro Muqoddas. Ia tak habis pikir.
S. DIAN ANDRYANTO
Simak pula:
Revisi UU KPK, Pukat Tolak UGM Jadi Salah Satu Lokasi Sosialisasi