TEMPO.CO, Jakarta -Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia Ramapanicker Rajamohanan Nair mengaku kaget ketika mendapat tagihan pajak perusahaan yang totalnya mencapai Rp 78 miliar pada 2016. Ia kemudian bercerita ke sejumlah kenalannya, seperti adik ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo dan Duta Besar Indonesia di Abu Dhabi, Husin Bagis.
Kepada Arif, Rajamohanan mengatakan mengirim sejumlah dokumen yang berkaitan masalah pajak perusahaannya. “Masalah pajak semua dikirim ke Arif, dokumen itu di-forward ke Handang juga,” kata Rajamohanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 27 Maret 2017.
Rajamohanan mengenal Arif sudah sekitar 10 tahun. Ia mengaku bertemu dengan Arif sekitar pertengahan September 2016. Dalam bukti rekaman yang dimiliki penyidik, tercatat ada komunikasi antara Rajamohanan dan Arif pada 16 September 2016. Penyidik menduga komunikasi terjalin di antara kedua orang itu sebelum 16 September. Arif diduga sebagai mitra bisnis Rajamohanan.
Dari Arif, kata Rajamohanan, ia memperoleh nomor telepon Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno. Pada 6 Oktober 2016, Rajamohanan dan Handang bertemu, bercerita mengenai persoalan pajak yang melilit PT EKP.
Arif Budi Sulistyo, adik ipar Presiden Joko Widodo, tercantum dalam dakwaan kasus suap Rajamohanan Nair kepada pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno. KPK tengah berupaya membuktikan dugaan keterlibatan Arif. Sebab, ada beberapa peran kunci Arif dan Handang, serta hubungan Arif dengan pejabat di Ditjen Pajak lainnya.
Dalam kesaksiannya, Arif mengaku pernah membantu Rajamohanan. "Pada waktu itu saya pernah ketemu Mohan, dia cerita belum bisa tax amnesty karena dihambat," kata Arif pada Senin, 20 Maret 2017. Arif teringat ketika meminta bantuan Handang Soekarno, Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak untuk mengurus tax amnesty PT Rakabu Sjahtera. Arif merupakan Direktur Operasional PT Rakabu.
Arif kemudian meminta Mohan mengirimkan dokumen perusahaannya melalui pesan WhatsApp. Dokumen itu lalu langsung diteruskan kepada Handang. "Saya tidak sempat baca dokumen itu."
Kepada Duta Besar RI di Abu Dhabi Husin Bagis, Rajamohanan juga bercerita melalui komunikasi melalui ponsel. “Curhat lebih banyak melalui ponsel,” kata Rajamohanan.
Rajamohanan mengaku sudah mengenal Husin, sebelum menjabat duta besar, sepuluh tahun lalu. Berbagai persoalan kerap ia ceritakan kepada Husin, termasuk kasus pajak PT EK Prima Ekspor. Husin, kata dia, memberi sejumlah saran, termasuk merekomendasikan agar Rajamohanan menyampaikan surat kepada Direktur Jenderal Pajak, Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Presiden.
Selama sidang tak terungkap indikasi saran dari Husin mengarah ke suap terhadap Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno. Komunikasi mereka lebih intens mengenai surat tagihan pajak yang mencapai Rp 78 miliar pada 6 September 2016.
Belakangan muncul dugaan suap Rajamohanan dalam mengurus pajak PT EK Prima Ekspor. Dalam pengakuan Handang, Rajamohanan awalnya menjanjikan akan memberikan 10 persen dari tunggakan pajak hingga dua tahun 2015 PT EKP yang mencapai Rp 52 miliar. Duit itu imbalan atas bantuan Handang. Dalam surat dakwaan, Rajamohan menyebut suap juga diperuntukkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Hanif.
DANANG FIRMANTO