TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Andi Taufan Tiro, menjalani sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 29 Maret 2017. Agenda sidang adalah mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi.
Andi diduga menerima suap sebesar Rp 7,4 miliar terkait dengan program aspirasi anggota Komisi V dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum. Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Andi menyalurkan program aspirasinya dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur jalan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Baca: Suap PUPR, Bupati Halmahera Timur Bantah Terima Rp 6,1 M
Jaksa menyebutkan uang Rp 7,4 miliar itu diterima Andi secara bertahap dari dua pengusaha di Maluku dan Maluku Utara. Pertama, Andi menerima Rp 6,4 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Kemudian ia menerima uang dari Direktur Utama PT Martha Teknik Tunggal Hengky Poliesar sebesar Rp 1 miliar.
Suap-menyuap ini bermula saat Andi mengikuti rapat informal yang dihadiri pimpinan Komisi V DPR, beberapa ketua kelompok fraksi, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum Taufik Widjoyono pada September 2015.
Rapat tersebut membahas permintaan Komisi V agar usul program aspirasi diakomodasi Kementerian Pekerjaan Umum. Kemudian disepakati bahwa setiap anggota Komisi V akan mendapat jatah proyek program aspirasi.
Pada Oktober 2015, Andi memanggil Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran H.I. Mustary dan tangan kanan Amran, Imran S. Djumadil, ke ruang kerjanya di gedung DPR. Dalam pertemuan tersebut, Andi menuturkan memiliki jatah proyek senilai Rp 170 miliar. Ia menyampaikan kesediaan menempatkan jatah aspirasinya di Maluku dan Maluku Utara.
Baca: Kasus Proyek Jalan, Mantan Bupati Seluma Divonis 2 Tahun Bui
Andi meminta Amran mencari calon kontraktor yang dapat mengerjakan proyek yang ia usulkan. Sebagai imbalan, ia meminta para kontraktor tersebut bersedia memberikan fee.
Kasus ini merupakan buntut operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti, awal 2016. Dia ditangkap karena menerima suap Rp 8,1 miliar dari Abdul Khoir.
Selain menangkap Damayanti, saat OTT, penyidik mencokok Abdul Khoir serta dua anggota staf Damayanti, yakni Julia Prasetyarini dan Dessy Ariyati Edwin.
Dalam pengembangannya, penyidik menetapkan Amran, Andi, anggota DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya bernama Budi Supriyanto, Musa Zainuddin dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Yudi Widiana Adia dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng sebagai tersangka.
MAYA AYU PUSPITASARI