TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia masuk kategori top reformer dalam laporan easy of doing business atau kemudahan berusaha dan berinvestasi (EODB). Namun Presiden ingin ada reformasi yang lebih cepat lagi sehingga Indonesia bisa masuk 40 besar EODB.
”Saat ini, Indonesia sudah dikategorikan sebagai top reformer pada laporan EODB 2017. Namun kami perlu tunjukkan bahwa Indonesia mampu melakukan reformasi yang lebih cepat lagi dalam kemudahan berusaha dan berinvestasi,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas soal EODB, Rabu, 29 Maret 2017, di Kantor Presiden, Jakarta.
Baca Juga: Perbaiki Indeks Kemudahan Berusaha, Ini 3 Skema ...
Peringkat EODB pada 2016 naik 15 peringkat dari sebelumnya ke-106 menjadi ke-91. Namun Jokowi mengingatkan target yang ditetapkannya adalah Indonesia masuk peringkat 40 besar. Untuk itu, seluruh menteri dan kepala lembaga diminta berfokus melakukan percepatan akselerasi peningkatan peringkat EODB.
Sebagai langkah awal, kata Jokowi, yang perlu diperbaiki adalah memperbaiki peringkat tiap-tiap indikator EODB yang jumlahnya terdiri atas 10 indikator. “Fokus perbaikan adalah pada indikator yang masih berada pada peringkat di atas 100 agar bisa diturunkan paling tidak di bawah 80-an,” ucapnya.
Jokowi juga meminta perbaikan di setiap indikator menjadi prioritas kementerian/lembaga. Tujuannya, agar penanganan lebih fokus. Upaya perbaikan di setiap indikator juga harus dengan target yang konkret. “Saya juga minta seluruh pejabat yang menangani perbaikan EODB di tiap kementerian dan lembaga betul-betul memahami substansi perbaikan dan reformasi yang sedang kita lakukan.”
Baca Juga:
Simak: Pemerintah Tak Akan Perpanjang Periode Amnesti Pajak
Jokowi menambahkan, jika sudah melakukan perbaikan, kementerian/lembaga diminta menyebarkan informasi dan melakukan komunikasi yang intensif dengan seluruh pelaku usaha. “Sehingga mereka mengetahui apa yang sudah kita reformasi,” ucapnya.
Jokowi meminta perhatian seluruh menteri dan kepala lembaga terkait dengan masih adanya hambatan-hambatan regulasi dalam kemudahan berusaha. Dia meminta agar hambatan regulasi segera dipangkas. Proses deregulasi juga harus dilakukan tepat waktu.
Jokowi mengaku masih melihat munculnya peraturan-peraturan, misalnya peraturan menteri. Seharusnya sudah tidak ada lagi permen-permen yang semakin menambah persoalan. “Mestinya regulasi itu stabil,” tuturnya.
Kalaupun ada peraturan baru, kata Jokowi, hal itu harus dibuat dengan konsultasi publik yang baik, berkali-kali, berbulan-bulan, dan transparan. “Sehingga jangan sampai tahu-tahu keluar mendadak keluar permen, kaget semua, ramai semuanya.”
AMIRULLAH SUHADA