TEMPO.CO, Mosul - Tragis hidup anak-anak di Mosul, Irak. Anak-anak Mosul terpaksa diberi obat penenang atau mulutnya dilem oleh keluarganya agar tidak bersuara saat melarikan diri dari cengkeraman Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Mosul.
Biasanya, warga Mosul melarikan diri bersama keluarganya pada tengah malam atau subuh. Mencegah bayi atau anak-anak menangis, mereka memberikan obat penenang atau menutup mulut si anak dengan alat perekat.
Baca juga: Sejak Mosul Digempur, 4 Ribu Sipil Tewas
“Keluarga biasanya pergi pada malam hari atau subuh. Mereka berjalan kaki dengan membawa anak-anaknya. Ketika anak-anak kelelahan, apalagi sampai menangis, situasinya menjadi sangat sulit," kata Hala Jaber dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), seperti dilansir The Star, Rabu, 29 Maret 2017.
Jenis obat penenang yang diberikan kepada anak-anak itu seperti valium. Sedangkan perekat untuk ditaruh di mulut anak-anak untuk sementara agar tidak berteriak atau menangis saat kelelahan atau ketakutan.
"Keluarga saya memberikan obat kepada anak-anak yang masih kecil," ucap Noor Muhammed kepada Oxfam. Remaja Mosul ini melarikan diri bersama 27 orang lain.
Baca juga: Kuburan Massal Kekejaman ISIS Ditemukan di Irak
Menurut juru bicara Oxfam di Irak, Amy Christian, warga sipil yang berhasil mencapai tempat aman dari pelarian panjangnya akan tampak sangat traumatik, kelaparan, kehausan, dan kelelahan yang luar biasa.
Mereka mengambil risiko mengerikan dengan melarikan diri dari Mosul. Jika mereka tertangkap ISIS, para lelaki akan ditembak mati, sementara para wanita diikat dan dibiarkan kedinginan di luar rumah.
Baca juga: ISIS Culik 1.200 Yazidi, Sebagian Jadi Tameng Hidup di Mosul
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan pengungsi, UNHCR, mencatat, hingga Kamis lalu, sekitar 157 ribu orang telah berhasil mencapai pusat penampungan warga yang melarikan diri dari wilayah pertempuran ISIS.
Menurut data IOM, sekitar 600 ribu warga Mosul masih terperangkap dengan kekurangan suplai makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan.
THE STAR | REUTERS | MARIA RITA