TEMPO.CO, Semarang - Bank Indonesia terus berupaya mencegah dampak lanjutan gejolak harga pangan yang mengakibatkan inflasi melambung. Jumlah inflasi harga bahan makanan bahkan selalu di atas inflasi inti.
Direktur Eksekutif Departemen Riset Kebijakan Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan inflasi pangan perlu dijaga di level 4-5 persen. Dengan demikian, sepanjang tahun, inflasi total akan sesuai target.
"Tahun ini, inflasi pangan diperkirakan sebesar 3-5 persen, itu pun kalau mampu mengatasi masalah produksi, distribusi, dan pembentukan harga," kata Dody dalam diskusi media pra-rapat koordinasi pangan di Semarang, Kamis, 30 Maret 2017.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pangan meningkat sejak 2015, dari 4,84 persen menjadi 5,92 persen pada 2016. Kontribusi kenaikan harga pangan terhadap inflasi indeks harga konsumen (IHK) sebesar 1,05 persen.
Inflasi pangan terbesar tercatat pada 2013, yang mencapai 11,83 persen. "Inflasi dari harga yang ditetapkan pemerintah (administered price) sudah relatif rendah, tapi selalu tertarik oleh volatile food," kata Dody.
Bank Indonesia, tutur Dody, mendorong pembentukan batas maksimal inflasi pangan agar tidak berdampak langsung terhadap inflasi inti. "Harus ada range kelonjakan yang bisa ditoleransi. Atau konsekuensi waktu gejolak."
Menurut Dody, inflasi pangan sangat dipengaruhi inflasi sektor transportasi dan sebaliknya. Pembangunan infrastruktur untuk mengatasi masalah transportasi dan logistik, kata dia, mampu menekan kenaikan harga pangan.
Kementerian Pertanian dan BPS memproyeksikan produksi beras akan memenuhi kebutuhan penduduk pada 2020. Saat itu, produksi beras diprediksi mencapai 50 juta ton untuk memenuhi kebutuhan 300 juta penduduk.
PUTRI ADITYOWATI