TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang berusaha mengendalikan defisit pembiayaan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyatakan ada 27 skenario yang sudah disiapkan timnya. "Saya minta dari 27 itu mana yang bisa dikerucutkan," kata Puan usai rapat koordinasi di Jakarta, Kamis, 30 Maret 2017.
Ia berharap dalam waktu satu bulan tim sudah bisa menghasilkan kajian yang komprehensif sebelum disodorkan ke Presiden Joko Widodo. Upaya menekan defisit diperlukan. Pasalnya, setiap tahun defisit yang terjadi terus membengkak.
Puan berharap dengan adanya skenario itu setidaknya defisit tidak terus bertambah. "Paling tidak berkurang atau terkendali. Jangan sampai naik," ucapnya.
Sejak kali pertama diluncurkan pada 2014, defisit program JKN mencapai Rp 3,3 triliun. Di tahun 2015 angkanya bertambah menjadi Rp 5,7 triliun. Pada 2016 pemerintah memberikan penyertaan modal untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp 6,8 triliun.
Lebih lanjut, salah satu opsi dari sejumlah skenario itu ialah dengan berbagi pembiayaan (cost sharing) dengan pemerintah daerah. Sejauh ini sudah ada pemerintah daerah yang ikut terlibat dalam pembiayaan jaminan kesehatan. Namun, menurut Puan, masih ada 41 kabupaten/kota yang belum terintegrasi.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menambahkan 27 skenario itu secara garis besar terdiri dari intervensi keuangan dan kebijakan. "Intervensi kebijakan itu misalnya mengajak peran pemerintah daerah," kata dia.
Sedangkan intervensi keuangan, wacana yang muncul dalam pembahasan di rapat koordinasi ialah menyesuaikan tarif iuran peserta BPJS. Menurut Fahmi, sejauh ini hanya peserta kelas I saja yang dianggap membayar sesuai dengan hitung-hitungan Dewan Jaminan Sosial Nasional. "Opsi ini (penyesuaian tarif) bagian dari 27 skenario tadi," ucap Fahmi.
ADITYA BUDIMAN