TEMPO.CO, Yangon - Pemerintah Myanmar meminta bantuan internasional untuk menelusuri latar belakang kelompok pemberontak muslim Rohingya, Harakah al-Yaqin untuk mengetahui keterkaitannya dengan organisasi teroris dari Timur Tengah.
Permintaan itu disampaikan juru bicara pemimpin partai berkuasa NLD (Liga Nasional Demokrasi) Aung San Suu Kyi, Zaw Htay seperti dikutip dari Asia Corresponden, 1 April 2017.
Baca juga: Rohingya Angkat Senjata Hadapi Myanmar
Pemimpin pemberontak muslim Rohingya menyatakan akan terus memerangi pasukan keamanan Myanmar hingga pemerintahan Aung San Suu Kyi, mengambil tindakan untuk melindungi Rohingya.
Dalam wawancara pertamanya oleh media independen, 31 Maret 2017, Ata Ullah, pemimpin kelompok pemberontak Rohingya, membantah memiliki hubungan dengan kelompok teroris asing dan menyatakan perjuangannya difokuskan pada hak-hak Rohingya.
Baca Juga:
Baca juga: Myanmar Hukum Mati Pria Rohingya Pemimpin Penyerangan Polisi
Ullah mengatakan lewat kelompok pimpinannya, Harakah al-Yaqin kini memilih berdiri dan angkat senjata melawan pemerintah Myanmar, yang telah berpuluh tahun menindas penduduk Rohingya.
“Jika tidak mendapatkan hak-hak kami, meski jutaaan bahkan harus mengorbankan seluruh warga Rohingya, kami akan terus berjuang melawan militer pemerintah yang kejam," kata Ullah melalui panggilan video dari sebuah lokasi yang dirahasiakan.
Harakah al-Yaqin mendalangi tiga serangan pada 9 Oktober 2016. Saat itu kelompok gerilyawan ini menyerang pos-pos perbatasan dekat Bangladesh, menewaskan sembilan polisi Myanmar.
Baca juga: PBB: Lebih dari Seribu Warga Rohingya Tewas Dibunuh Tentara
Tentara Myanmar kemudian melancarkan serangan balik. Rumah-rumah di desa-desa Rohingya diserbu dan dibakar. Ratusan orang tewas dalam aksi balasan itu, memicu gelombang besar pengungsi Rohingya ke Bangladesh.
Sebuah laporan PBB yang dikeluarkan bulan lalu mengatakan pasukan keamanan Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Rohingya selama kampanye mereka melawan para pemberontak, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Militer membantah tuduhan itu, mengatakan anggotanya terlibat dalam operasi kontra pemberontak yang sah sesuai aturan internasional.
Baca juga: Video Ini Rekam 4 Polisi Myanmar Pukuli Anak-anak Rohingya
Lebih dari satu juta Muslim Rohingya hidup di negara bagian Rakhine, wilayah barat laut Myanmar. Namun hingga kini mereka tidak kunjung mendapat status kewarganegaraan serta akses ke layanan seperti kesehatan dan pekerjaan.
Ullah mulai melakukan pemberontakan sekembalinya ia ke Rakhine setelah selama beberapa tahun melakukan perjalanan ke Bangladesh dan Arab Saudi. Dia kemudian merekrut ratusan orang muda Rohingya untuk mengangkat senjata melawan pemerintah Myanmar.
Sebelumnya dalam sebuah wawancara, Ata Ullah mengatakan awalnya dia bersimpati dengan pemberontak, tetapi setelah kekerasan terbaru, mereka mulai menarik dukungannya.
Juru bicara Suu Kyi, Zaw Htay, telah mendesak masyarakat internasional untuk menelusuri latar belakang kelompok itu untuk mengetahui keterkaitan dengan jaringan organisasi teroris dari Timur Tengah.
ASIA CORRESPONDENT|KATHMANDU POST|YON DEMA