TEMPO.CO, Kendari - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta semua kalangan tidak menggeneralisasi kejadian tewasnya pelajar SMA Taruna Nusantara oleh teman seasramanya dengan sekolah berasrama lainnya. "Kejadian itu tidak bisa dipakai untuk memukul rata bahwa sekolah asrama berada dalam kondisi tidak bagus," kata Muhadjir di Kendari, Minggu, 2 April 2017.
Menurut Muhajir, kasus di SMA Taruna Nusantara yang berada di Magelang tersebut juga tidak bisa dianggap sebagai status darurat pendidikan terkait kekerasan yang terjadi di tingkat siswa. "Saya kira itu cukup jauh. Karena kejadian itu baru sekali semenjak 27 tahun sekolah itu berdiri," katanya.
Baca: Ada Sarung Pisau di Lemabari Pembunuh Siswa SMA Taruna Nusantara
Muhadjir juga meminta kasus tersebut tidak dijadikan alasan untuk memberikan kelonggaran terkait dengan peraturan yang ada di sekolah berasrama guna menghindari kejadian berulang. Muhajir mengakui bahwa guru tidak bisa memantau dan mengawas kegiatan anak didik selama 24 jam di asrama.
Muhadjir yang juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut, mengemukakan saat ini program sekolah berasrama, khususnya untuk tingkat SMA, sedang dipersiapkan menjadi program prioritas pemerintah di bidang pendidikan dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.
Baca: Pembunuhan Siswa SMA Taruna, Begini Pelaku AMR Diduga Dendam
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad juga mengatakan bahwa kasus pembunuhan teman seasrama di SMA Taruna Nusantara merupakan kasus khusus. "Ini special case tidak bisa digeneralisasi untuk semua sekolah berasrama," kata dia.
Hamid mengaku kaget ketika mendapat kabar pembunuhan teman seasrama hanya karena persoalan yang sepele. Siswa SMA Taruna Nusantara tewas dibunuh oleh teman seasramanya dengan senjata tajam pada Jumat, 31 Maret. Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Condro Kirono mengungkapkan motif pelaku pembunuhan karena sakit hati kepada korban.
ANTARA