TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan tim reformasi perpajakan telah memisahkan perusahaan dengan reputasi yang baik dengan perusahaan yang dianggap nakal. Bahkan, tim reformasi telah memblokir beberapa perusahaan dengan kategori dengan risiko sangat tinggi (very high risk) dengan tingkat kepatuhan yang rendah.
"Contohnya, importir yang tidak punya NPWP (Nomor Pajak Wajib Pajak) atau importir yang tidak aktif. Pada dasarnya, kami ingin minta kepada pelaku ekonomi untuk lebih formal, patuh, sehingga bisa mendapatkan pelayanan yang lebih baik," kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Senin, 3 April 2017.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, menyatakan telah memblokir 674 importir nakal pada kuartal I ini. "Kami rekonsiliasi data PIB (pemberitahuan impor barang) dan SPT (surat pemberitahuan), dua di antara tiga importir yang kami curigai nakal itu memang betul tidak menyampaikan SPT."
Baca : Sri Mulyani : Dana Repatriasi Rp 24,7 Triliun Belum Terealisasi
Pada kuartal II, Bea Cukai akan melanjutkan pemeriksaan untuk 725 importir lain dengan lebih mendetail. Menurut Heru, pemeriksaan akan diperdalam dengan faktur. "Meskipun menyampaikan SPT, kan harus dilihat apakah dengan SPT sama. Misalnya, data PIB harganya Rp 10, normalnya di SPT juga Rp 10. Kalau ternyata tidak sama, kenapa?"
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan, Bea Cukai telah memblokir 9.568 perusahaan yang tidak melakukan kegiatan ekspor-impor selama 12 bulan berturut-turut. Bea Cukai pun sudah mencabut izin 50 perusahaan penerima fasilitas gudang berikat dan 88 penerima fasilitas kawasan berikat.
Di sisi lain, menurut Heru, terdapat 308 importir prioritas yang selama ini patuh. Jumlah ini hanya sekitar 1 persen dari jumlah seluruh importir yang mencapai 33 ribu importir. Namun, jumlah PIB dari 308 importir tersebut mencapai 20 persen, bea masuk 22 persen, pajak dalam rangka impor 31 persen, dan jumlah kontainer 25 persen.
Baca : Ikut Pertukaran Data Pajak, Apa Saja Yang Harus Diwaspadai
Sri Mulyani berujar, pemisahan tersebut dimaksudkan agar importir yang telah patuh tidak dirugikan oleh pelaku yang tidak baik karena seluruh importir akhirnya akan dicurigai. "Kalau bisa dipisahkan, yang baik akan mendapat pelayanan yang baik dan tidak dicurigai. Bukannya kami ingin melakukan intimidasi," tuturnya.
Heru menambahkan, Bea Cukai masih memberikan ruang bagi importir yang beritikad baik memperbaiki kepatuhannya. "Kalau mereka tertib administrasi, secara fiskal juga patuh, tentunya diberikan kesempatan untuk melanjutkan bisnisnya. Tapi kalau tidak, ya kami akan penalti terus," ujarnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI