TEMPO.CO, Ponorogo - Dwi Ariska, 18 tahun, terlihat murung ketika ditemui di posko pengungsian Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Senin, 3 April 2017. Tatapan matanya sering kosong lantaran mengalami trauma psikologis pascabencana tanah longsor yang terjadi pada Sabtu, 1 April 2017.
Trauma itu lantaran delapan anggota keluarganya tertimbun tanah. Mereka di antaranya Sumaryono, sang suami, 23 tahun, serta kedua orang tuanya, Siyam (45) dan Pujianto (58), yang hingga kini belum ditemukan.
Baca :
Polwan dan Kowad Bantu Kurangi Trauma Pengungsi Longsor Ponorogo
Longsor di Ponorogo, Timbunan Disemprot Air buat Evakuasi Korban
Kerabat lain Dwi yang menjadi korban adalah Tolu, 47 tahun, Situn (45), Suyono (35), Menik (45), dan Jadi (40). “Saya masih ngeri. Trauma,” ujarnya kepada Tempo.
Sebelum dinyatakan hilang, ibunda Humaira Amiratus Zakia, 3,5 tahun ini, menuturkan delapan anggota keluarga dan tujuh warga lain sedang memanen jahe gajah di lahan miliknya seluas 500 meter persegi.
Komoditas perkebunan yang berusia sekitar enam bulan itu dibudidayakan di ladang wilayah bukit gede. "Sebenarnya, masa panennya masih dua bulan lagi," ujarnya.
Panen dini dilakukan karena sebelumnya tanah longsor sudah beberapa kali terjadi di lereng bukit itu. Keluarga Ariska khawatir material longsor menutup tanaman jahe. Namun, pada peristiwa akhir pekan lalu, delapan anggota keluarganya dan sejumlah warga lain ikut tertimbun material longsor.
Simak juga: UNBK SMK, Ikatan Guru: Lancar Meski Ada Mati Lampu dan Server Bermasalah
Jumlah warga yang dinyatakan hilang sebanyak 28 orang. Tiga di antaranya telah berhasil dievakuasi dan dikebumikan di pemakaman Desa Banaran. Hingga kini, tim SAR gabungan dan Basarnas, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, TNI, aparat kepolisian, dan relawan masih melakukan pencarian terhadap 25 korban lain.
Deputi II Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto menyatakan proses pencarian korban yang tertimbun tanah longsor berlangsung selama 14 hari. "Kalau lebih dari itu, kondisi jenazah sulit dikenali,” katanya.
Jika pencarian dipaksa dilakukan melebihi waktu tersebut, menurut Tri, dikhawatirkan terjadi fitnah di antara warga. Sebab, mayat yang terlalu lama tertimbun material longsor mungkin akan tidak diakui pihak keluarga karena sulit dikenali.
NOFIKA DIAN NUGROHO