TEMPO.CO, Jakarta - PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. melalui anak usaha baru yakni PT Chandra Asri Perkasa akan menggelontorkan dana senilai US$5 miliar untuk pendirian pabrik cracker.
Kemarin, perseroan mendaftarkan investasi baru tersebut ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Vice President Corporate Relation Chandra Asri Petrochemical (TPIA) Suhat Miyarso mengungkapkan, perusahaan menguasai 99 persen kepemilikan Chandra Asri Perkasa. Sisa 1 persen, lanjutnya, merupakan kepemilikan anak usaha TPIA yakni PT Styrene Monomer Indonesia (SMI).
Pembangunan pabrik cracker yang menempati luas lahan 100 hektare di lingkungan pabrik yang ada saat ini di Cilegon, Banten, itu diperkirakan menelan investasi sebesar US$5 miliar. Pada tahap awal, TPIA bakal menggelontorkan dana sebesar US$1,95 miliar. Direktur TPIA Suryandi mengungkapkan, untuk pendanaan pembangunan pabrik, tahap awal akan bersumber dari dana internal.
“Karena itu masuknya equity, jadi sekitar 30 persen dari internal, sisanya dari bank, baik lokal maupun asing,” katanya, Senin, 3 April 2017.
TPIA akan mengucurkan investasi secara bertahap hingga 2021. Pabrik baru itu berkapasitas produksi tahunan berupa ethylene sebesar 1 juta ton, prophylene 550.000 per tahun, py gas 450.000 ton, mix c4 sebanyak 350.000 ton.
“Dalam tahap awal, empat jenis produk petrokimia itu yang bakal diproduksi,” kata Suryandi.
Sejalan dengan perampung an kajian kelaikan, Suryandi mengatakan, secara bersamaan perseroan juga akan merencanakan produk turunan keempat jenis petrokimia tersebut. “Nanti ethylene diolah lagi jadi polyprophylene, atau mix C4 jadi butadiene,” ungkapnya.
Suryandi menilai ekspansi pabrik petrokimia mendesak dilakukan. Saat ini, katanya, untuk menggarap permintaan domestik, TPIA masih ke walahan.
“Kami baru menutup 30 persen kebutuhan domestik,” ka tanya.
Dengan kehadiran pabrik petrokimia yang baru, menurut Suryandi, TPIA akan mengemban misi mensubtitusi impor produk petrokimia. Dengan begitu, katanya, perseroan juga tengah mengajukan fasilitas insentif dari pemerintah.
“Kami mengajukan fasilitas libur pajak dengan adanya investasi baru ini,” ungkap Suryandi.
Di sisi lain, untuk tahap awal, pabrik baru perseroan akan menyerap sebanyak 600 orang pekerja.
Kelak jika pabrik telah beroperasi pe nuh dengan memproduksi olahan turunan dari empat jenis petrokimia, perseroan memperkirakan sebanyak 1.600 orang pekerja bisa diserap. Di sisi lain, analis Kapital Koneksi Alfred Nainggolan mengungkapkan, saat ini kondisi keuangan perseroan cukup mampu melakukan ekspansi. Apalagi, katanya, dengan kinerja mengilap pada tahun lalu, TPIA masih mampu mengelola pinjaman segar dari pihak perbankan.
“Karena dari sisi DER, CAP sudah 0,87 kali mendekati 1, itu cukup longgar untuk menanggung beban bunga,” katanya. Dia menilai pada tahun lalu, perseroan mempunyai EBITDA sebesar Rp5,6 triliun. Dengan kekuatan itu setidaknya perusahaan mampu menanggung beban bunga perbankan mencapai Rp300 miliar. “Apalagi utang TPIA yang hingga tahun lalu Rp13 triliun, mayoritas bukan dari bank, sehingga masih kecil untuk bunga,” katanya.
Sebaliknya, analis Royal Investment Securities Wijen Pontus mengungkapkan, opsi paling realistis buat CAP adalah menerbitkan obligasi global. Sebab, katanya, dengan kebutuhan dana yang cukup besar, jika tetap dipaksakan lewat pinjaman bank, arus kas perusahaan dalam jangka pendek akan terganggu.
“Lebih realistis kalau obligasi global yang digunakan untuk pendanaan,” katanya.
Pada tahun lalu, CAP mencatatkan laba bersih sebesar US$300,1 juta. Dengan kinerja ter sebut, CAP menorehkan per tumbuhan luar biasa, meng ingat pada periode tahun sebelumnya, laba bersih hanya US$26,3 juta. Kinerja mengilap itu terdongkrak akibat peningkatan pendapatan bersih yang diraup perusahaan selama tahun lalu. Kinerja pendapatan bersih pada periode 2016, tercatat sebesar US$1,93 miliar, meningkat 40 persen dibandingkan dengan US$1,377 miliar pada tahun sebelumnya.