TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan masalah rangkap jabatan harus dilihat dari undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Dia menambahkan dalam undang-undang itu yang dilarang adalah pelaksana pelayanan publik.
"Dalam undang-undang nomor 25 tahun 2009 yang dilarang adalah pelaksana pelayanan publik," kata Alamsyah saat dihubungi Tempo pada Jumat, 7 April 2017.
Baca : Pejabat Rangkap Jabatan, Ombdudsman Gelar Identifikasi
Alamsyah menuturkan dalam undang-undang pelayanan publik yang dilarang rangkap jabatan adalah pelaksana pelayanan publik. Dia melihat kriteria ini sebagai pejabat sampai petugas di satuan kerja penyelenggara pelayanan.
Dalam hal ini, kata Alamsyah, secara hierarki Menteri adalah pembina dan Sekretaris Jenderal Kementerian atau Sekretaris Daerah adalah penanggung jawab pelayanan. Sedangkan Direktur Jenderal atau Kepala Dinas adalah atasan satuan kerja penyelenggara pelayanan.
Alamsyah menjelaskan di dalam undang-undang atasan satuan kerja merupakan pimpinan satuan kerja penyelenggara, sehingga seorang Dirjen misalnya adalah pelaksana pelayanan publik yang dilarang memiliki rangkap jabatan.
Dia beralasan karena sebagai penyelenggara, seorang Dirjen Membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja penyelenggara. "Dengan demikian dia pelaksana yang menjabat sebagai pimpinan satuan kerja penyelenggara," ujar Alamsyah.
Simak juga : Istana Kembali Bantah Isu Resuffle Kabinet
Alamsyah mengungkapkan hal tersebut akan berbeda jika satuan kerja didefinisikan sebagai pimpinan di penyelenggara pelayanan yang membawahi satuan kerja atau bukan pimpinan satuan kerja. "Kalau begitu, saya akan berpendapat Dirjen bukan pelaksana."
Sebelumnya dikabarkan Ombudsman Republik Indonesia tengah mengidentifikasi sejumlah nama pejabat eselon yang merangkap jabatan sebagai komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
DIKO OKTARA