TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif meminta aparat mewaspadai segala bentuk gerakan radikal yang berpotensi mengancam bangsa. Menurut dia, kesenjangan membuat Indonesia mudah disusupi kelompok radikal, seperti Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara kunci dalam seminar bertajuk "Indonesia di Persimpangan: Negara Pancasila vs Negara Agama" di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 April 2017.
"Saya beberapa kali SMS Kepala Polri, (mengatakan agar) negara tak boleh kalah. Walau kita masih jauh dari Suriah atau Irak, kalau tak hati-hati macam-macam bisa terjadi," ujar Ahmad, atau yang akrab disapa Buya Syafii itu di awal seminar, Sabtu, 8 April 2017.
Baca pula: Cegah Propaganda Terorisme, Pemerintah Bentuk Satgas Khusus
Menurut Buya, kelompok radikal membangun dogma sendiri dan mencoba memonopoli kebenaran. Kelompok radikal, ujar dia, pun berani mati membela teori yang mereka anut. "Itu yang bertarung (bergabung dengan gerakan radikal) di Suriah pun banyak orang Indonesia, yang menganut teologi maut itu."
Dia mengapresiasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang kini membina bekas anggota kelompok radikal. "Itu BNPT di bawah Komisaris Jenderal Suhardi Alius, membina 1.000 lebih mantan kombatan untuk bantu negara melawan radikalisme."
Tak hanya ancaman dari luar, dia pun mengingatkan bahaya konflik internal di Tanah Air. "Umur saya sudah kepala 8 (usia 80-an), lelah saya. Kenapa negara sebesar ini, penduduk terbesarnya Muslim bisa terpecah tak karuan, saling menghujat," tutur Buya.
Simak pula: Kepala BNPT ke Kampung Amrozi, 37 Mantan Kombatan Diundang Hadir
Seminar tersebut digelar oleh Indonesian Conference of Religion and Peace dan Institute for Interfaith Dialogue, Komnas HAM, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman, dan Maarif Institute.
Seminar dan lokakarya itu juga menghadirkan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan Cendikiawan Muslim Jimly Asshiddiqie, sebagai pembicara utama. Kegiatan yang dibagi dalam dua sesi itu juga rencananya dihadiri sejumlah tokoh dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
YOHANES PASKALIS