TEMPO.CO, Jakarta - Air asin di RPTRA Kalijodo tak hanya membuat para pengunjung tidak nyaman saat berwudhu, namun ikan-ikan yang sempat disebar di kolam kawasan itu mati. Pohon-pohon yang ada di sana pun terancam mati. Tempo mencoba menelusuri dari mana masalah ini berawal.
RPTRA dan ruang terbuka hijau yang diresmikan pada Februari lalu itu dibangun dengan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari PT Sinarmas Land. Taman itu dibangun dengan anggaran sebesar Rp 3,6 miliar.
Menurut Lurah Angke Dwi Ariyono, masalah air asin di Kalijodo sudah berusaha diatasi dengan penjajakan kerja sama dengan operator air bersih PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA).
Tapi Sinarmas Land dan pemerintah Jakarta masih berkeberatan atas tawaran harga air bersih yang dianggap terlalu tinggi. "Baru saja suratnya saya terima kalau tawaran khususnya Rp 120 juta," ujar Dwi, sepekan lalu.
Baca: RPTRA Kalijodo Diresmikan Ahok, Begini Fasilitasnya
Baca Juga:
Kepala Corporate Communication and Social Responsibilities Palyja, Meyritha Maryanie saat dikonfirmasi mengatakan lokasi RTH/RPTRA Kalijodo terbilang jauh dari jaringan pipa Palyja. Karena itu mereka harus menarik pipa, termasuk membuat jembatan dan crossing. “Memerlukan effort yang besar. Tapi biayanya sedang dihitung kembali. Mudah-mudahan bisa terjangkau.”
Dinas Kehutanan yang mengelola kawasan ini tetap berusaha menyediakan air bersih bukan dari air tanah melainkan diolah dari beberapa sungai di Jakarta. “Selama ini perawatan masih (dilakukan) Sinarmas, tapi sudah kami perbantukan.”
Selain masalah air, RPTRA seluas 5.489 meter persegi dan ruang terbuka hijau seluas 10 ribu meter persegi itu juga, bermasalah dengan pengelolaannya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk, Dien Emawati mengataka RTH Kalijodo tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada Dinas Kehutanan yang hanya mengelola benda mati. “Tidak ada edukasi ke manusianya. Jadi, kan perlu tim. Semua sedang kami bahas,” katanya.
LARISSA HUDA