TEMPO.CO, Amsterdam - Warga Turki yang bermukim di Belanda sejak Selasa hingga Ahad ini terlihat berbondong-bondong mendatangi tempat pemilihan suara atau TPS untuk menentukan pilahan ya dan tidak bagi referendum perubahan kontitusi Turki.
Seperti dilansir Middle East Eye, Ahad 9 April 2017, tercatat sebanyak 250 ribu warga Belanda dengan paspor Turki yang memiliki hak pilih.
Baca: Parlemen Golkan Konstitusi Baru, Turki Referendum April Ini
Selama tiga hari pertama pemungutan suara dalam referendum, sebanyak 70.000 warga Turki memberikan suara mereka di Belanda. Voting akan berakhir pada hari ini.
Banyak datang dengan keluarga mereka. Setibanya di TPS mereka saling menyapa, mengobrol dan minum teh setelah pemungutan suara di bilik khusus dihiasi dengan bendera Turki, jauh dari bentrokan yang terjadi di luar konsulat Turki di ibu kota Belanda.
Jika disetujui rakyat, referendum kontitusi Turki yang baru akan memberikan Presiden Recep Tayyip Erdogan kekuatan lebih besar dengan mengubah sistem pemerintahan dari parlementer menjadi presidensial.
Salah satu dari mereka berencana untuk memilih 'ya' agar Erdogan tetap berkuasa sampai 2029, adalah Biram Jailen, seorang sopir taksi berusia 46 tahun.
"Dalam politik, saya pikir lebih baik bahwa kita memiliki pemimpin yang berkuasa dengan waktu lama," katanya sambil berjalan menuju bilik suara dengan sekelompok teman. "Tapi saya tidak ingin ia menjadi diktator."
Baca: Austria Larang Menteri Turki Kampanye Referendum
Hal senada diungkapkan Emra Dagle, seorang Turki kelahiran Belanda berusia 45 tahun. "Kami disini untuk Erdogan, jadi kami 'ya'," ujar Dagle kepada Middle East Eye.
Namun ada pula warga Turki di Belanda yang menolak perubahan konstitusi.
Termasuk Selim Dogru, 45 tahun komposer dan artis yang pindah ke Belanda 20 tahun yang lalu, mengumpulkan sekelompok warga keturunan Belanda-Turki untuk membuat lagu mendesak orang untuk memilih 'tidak’.
"Saya tahu banyak, banyak orang sepakat dengan saya. Kami tidak ingin Erdogan memiliki kekuasaan yang sebegitu besarnya," tutur Dogru.
Dogru tidak sendirian dalam pendapatnya, terdapat beberapa lainnya yang juga memilih tidak, karena menganggap kontitusi baru akan membuat Turki menjadi negara yang tidak demokratis.
Selain di Belanda, beberapa negara Eropa lainnya juga mengelar referendum yang akan diikuti oleh sekitar 850.000 warga berpaspor Turki. Eropa dan beberapa negara lainnya terlebih dulu melakukan referendum sebelum diadakan di Turki pada 16 April mendatang.
Terdapat 18 draft dalam konstitusi baru tersebut, termasuk meningkatkan jumlah anggota parlemen menjadi 600 orang dari sebelumnya 550, menurunkan usia minimum untuk menjadi anggota parlemen menjadi 18 tahun dari sebelumnya 25 tahun, serta pemilihan parlemen dan presiden digelar bersamaan setiap lima tahun.
MIDDLE EAST EYE | YON DEMA