TEMPO.CO, Jakarta -Yayasan Batik Indonesia yang didirikan pada tanggal 28 oktober 1994 adalah suatuYayasan yang dibentuk sebagai lembaga nirlaba yang merupakan wujud dari persamaan kehendak para pecinta, pengrajin, pengusaha dan pemerhati batik. (Baca: Mau Makan Separuh Harga di Hotel Mewah, Ayo Kenakan Busana Batik!)
Dengan dijiwai semangat Sumpah Pemuda dan juga merupakan kemitraan pemerintah dalam mengembangkan, melestarikan dan membina pengusaha atau para pengrajin batik nasional, maka pada tanggal 7 hingga 11 Juni mendatang akan menyelenggarakan acara Gelar Batik Nusantara (GBN) 2017. Dalam acara konprensi GBN 2017 pers yang berlangsung di Galeri Indonesia Kaya, di Grand Indonesia pada Kamis, 13 April 2017 acara ini merupakan rutin yang berlangsung setiap tahun.
"Kali ini merupakan gelaran GBN yang kesepuluh kali. Dan GBN mengusung tema Pesona Batik Warna Alam. Aacaranya akan berlangsung di Assembly Hall, Cenderawasih dan Main Lobby Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Selatan pada 7-11 Juni mendatang," kata Edna Giatna, panitia GBN 2017.
Sementara Jultin Ginandjar Kastasasmita dari Yayasan Batik Indonesia mengatakan untuk GBN 2017 kali ini akan menyajikan banyak acara menarik seperti talkshow sekaligus workshop membatik dengan perwarnaan alam, menghadirkan penampilan dari Gitar Batik Peraih MURI dan juga penyelenggaraan Putra Putri Batik Nusantara," kata Jultin. "Kami ingin mengajak seluruh masayarakat bisa terlibat dan menikmati acara ini," ujar dia.
Adapun Nita Kenzo menjelaskan untuk GBN 2017 mengusung tema Pesona Batik Warna Alam bukan tanpa alasan. Menurutnya, tema ini berdasarkan sejarah batik Indonesia. (Baca:Anda Punya Banyak Teman atau Musuh? Coba Cek Twitter)
"Pewarnaan batik berawal dari keanekaragaman hayati dari kulit kayu, daun, buah, bunga berbagai tanaman. Dahulu masyarakat yang membuat batik belum mengenal pewarna batik kimia (indigo, sol dan napthol). Nah, untuk mendapatkan warna-warna yang mereka inginkan mereka harus mencari akal dengan memanfaatkan yang ada disekitarnya," kata Nita.
Pemilik dan perancang Galeri Batik Jawa ini juga menerangkan dengan ketersediaan dan banyaknya lahan dan tumbuh-tumbuhan di masa itu kemudian dimanfaatkan sebagai pewarna alam.
"Dulu para pengrajin batik memanfaatkan buah manggis, mengkudu, soga, kunyit, daun indigo, daun jambu, secang, dan sebagainya untuk pewarnaan alami," ujar dia.
Nita mengharapkan kini, meski tuntutan batik kian pesat dan asas modernisasi begitu cepat pengaruhnya, sebaiknya batik tetap menggunakan pewarnaan alam. "Selain tidak membahayakan, atau ada faktor polusi limbahnya, dengan pewarnaan alam akan menguatkan filosofi dan jati diri adiluhung batik Indonesia," kata Nita.
HADRIANI P.
Baca Juga:
Persahabatan 5 Perempuan Ini Hadirkan Butik Busana Muslim
Ingin Sukses Berinvestasi,Simak 6 Tips Penting ala Ashton Kucher!