TEMPO.CO, Semarang - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar kepala daerah di tingkat kabupaten ikut mencegah pungutan liar penggunaan dana desa. Caranya, aparatur desa tak perlu terlibat pengurusan sertifikat kepemilikan tanah lewat Program Nasional Agraria (Prona) yang rawan pungli. “Sekarang ada saberpungli, sistem prona dan dana desa mulai diperiksa,” kata Ganjar di Semarang, Jumat 21 April 2017.
Ganjar meminta para kepala daerah membina aparat desa lebih transparan dalam mengelola anggaran dan program pembangunan. “Nasihati agar aparat desa tak banyak-banyak ikut jadi panitia mengurus sertifikat tanah. Jika semua jadi panitia, rakyat lapor saberpungli nanti ada yang kena,” kata Ganjar.
Baca juga: Berantas Pungli, Gubernur Ganjar: Rekam Prakteknya
Menurut Ganjar, yang menjadi masalah saat ini masyarakat sering menyerahkan kepengurusan sertifikat kepada aparat desa. Mereka pasrah yang penting sertifikasi selesai. Hal ini menjadi penyebab utama pungutan liar di tingkat desa. “Semua pasrah asal punya sertifikat, ini penyebab pungli,” katanya.
Plt Kepala Ombudsman Jawa Tengah Sabardin Hulu mengatakan, potensi pungli dalam pengurusan sertifikat di tingkat desa memang besar. Sabarudin menyebutkan program Prona dengan pembuatan sertifikat tanah sebagai salah satu pelayanan publik yang paling disorot. “Masih banyak penarikan atau pungutan dana-dana yang tidak ada dasar hukumnya dalam proses pembuatan sertifikat tanah itu,” kata Sabarudin.
Menurut dia, sejumlah aparat desa memungut biaya sertifikat tanah itu melebihi aturan. Padahal biaya pengurusan sertifikat hanya untuk pengukuran lahan. “Sedangkan biaya sertifikat dan pelayanan dianggarkan dari APBN. Artinya gratis,” kata Sabarudin menambahkan.
Tercatat tingginya biaya sertifikat tanah lewat program prona itu banyak dilakukan di Kabupaten Kendal. Meski tak menyebut nilai pungutan yang dilakukan aparat desa, namun aduan ke Ombudsman tentang layanan pembuatan sertifikat masal itu tergolong tinggi. “Selain prona juga ada aduan biaya pendaftaran calon aparat desa dan biaya sekolah negeri,”“ katanya.
EDI FAISOL