TEMPO.CO, SENGGIGI, NTB - Kepala Subdirektorat Kelayakan Jalan Kereta Api Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Jumardi mengatakan tarif light rail transit diputuskan berada di angka Rp 12 ribu. Namun hal itu masih sebagai patokan sembari menunggu business plan dari PT KAI.
"Sementara patokannya Rp 12 ribu, PT KAI sebagai investor sampaikan ke Menteri Perhubungan dokumen business plan," kata Jumardi saat ditemui di Hotel Aruna, Senggigi, Nusa Tenggara Barat, Jumat, 21 April 2017.
Jumardi menuturkan angka Rp 12 ribu sudah disubsidi pemerintah dan memang bertujuan agar para pengendara kendaraan pribadi beralih menggunakan LRT nantinya. "Ada tiga tarif tadinya, tapi diputuskan Rp 12 ribu agar masyarakat beralih."
Baca: Progres LRT Sumsel Baru 40 Persen, Ini Sebabnya
Menurut Jumardi, perhitungan riil biaya tarif LRT dari Cibubur ke Dukuh Atas saja sebesar Rp 40 ribu, sisanya akan ditanggung subsidi. Namun dia menampik kalau subsidi ke LRT nantinya akan berpengaruh kepada subsidi untuk KRL Jabodetabek.
Jumardi mengungkapkan memang Perpres LRT sedang kembali direvisi dan ada dua kemungkinan untuk financial closing. Skema pertama PT KAI mendapatkan penyertaan modal negara di tahun ini atau melalui anggaran Kementerian Perhubungan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 atau APBN 2018 nanti. "Tapi Menkeu dorong supaya investasi swasta dijalankan dulu."
Simak: Rampungkan 16 Ruas Jalan Tol, Jasa Marga Butuh Rp 70 Triliun
Mengenai financial closing memang 30 persen akan memakai APBN melalui penyertaan modal negara, sedangkan 70 persennnya melalui perbankan. PMN, kata Jumardi, sudah pernah diberikan ke Adhi Karya sebesar Rp 1,4 triliun dan ada Rp 2 triliun dari alokasi kereta api trans Sumatera.
Lalu sekitar Rp 5,6 triliun akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat sebagai PMN kepada PT KAI. Hal ini untuk menambah rasio equity bagi perusahaan tersebut saat melakukan pinjaman ke perbankan. "Jadi PMN seperti pancingan karena mau pinjam," tutur Jumardi.
DIKO OKTARA