TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengapresiasi dan menyambut positif perbaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. "Hal ini menandakan adanya momentum positif pemulihan perekonomian dunia, setelah pada tahun-tahun sebelumnya proyeksi pertumbuhan justru beberapa kali dikoreksi ke bawah", ujar Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, dalam keterangan tertulis,
Rabu, 26 April 2017.
Agus menanggapi hal itu sebagai hasil pembahasan Pertemuan Musim Semi International Monetary Fund (IMF) dan Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 yang berlangsung di Washington D.C., Amerika Serikat pada 20-22 April 2017. Rangkaian pertemuan itu dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan delegasi kedua institusi.
Baca: BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Agus mengatakan momentum positif pemulihan perekonomian dunia tersebut ditopang oleh kinerja ekonomi yang membaik di sejumlah negara maju dan berkembang. Namun, perekonomian dunia ke depan diprediksi masih memiliki kerentanan yang tinggi, ketidakpastian politik, hingga kondisi keuangan global yang lebih ketat serta pertumbuhan produktivitas yang rendah.
"Secara khusus, negara -negara emerging seperti Indonesia sebagai motor utama pemulihan ekonomi global saat ini," kata Agus. Risiko yang dihadapi oleh negara berkembang di antaranya adalah kondisi keuangan global yang lebih ketat, serta
tren kebijakan di negara maju yang berorientasi ke dalam, termasuk dalam bentuk proteksionisme perdagangan.
Agus berujar untuk menjaga momentum pemulihan itu, BI mendukung tetap digunakannya kerangka kerja sama multilateral untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi dan keuangan global. Sebab, BI memandang kerja sama multilateral dapat mendorong berbagai sumber pertumbuhan, sehingga ekspansi perekonomian dunia dapat berjalan lebih berkesinambungan. "Sistem perdagangan yang terbuka menjadi sumber pertumbuhan yang sangat penting bagi negara-negara kawasan Asia, termasuk Indonesia."
Agus menambahkan, BI menilai pentingnya upaya memastikan agar manfaat dari proses integrasi keuangan dan perdagangan global itu dapat dirasakan oleh lebih banyak segmen masyarakat. Upaya untuk menjaga momentum pemulihan dan memastikan pertumbuhan yang lebih inklusif itu di antaranya mendukung rekomendasi IMF dan G20 tentang perlunya penerapan kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural di negara maju dan berkembang. "Rekomendasi itu sebenarnya sejalan dengan bauran kebijakan yang tengah ditempuh otoritas Indonesia, termasuk BI," katanya.
Simak: Kredit Minus, BI: Pertumbuhan Ekonomi Belum Kuat
Agus menuturkan khusus untuk memperkuat resiliensi perekonomian terhadap risiko eksternal, BI kembali menyuarakan arti penting penguatan Jaring Pengaman Keuangan Internasional (JPKI) dan kebijakan pengelolaan aliran modal.
Terkait dengan JPKI, Agus berujar pihaknya mengapresiasi pengembangan instrumen likuiditas baru IMF serupa fasilitas swap yang dapat digunakan untuk mengatasi tekanan likuiditas jangka pendek. "Kami mengharapkan agar fasilitas baru ini
dapat segera tersedia di tengah lingkungan global yang masih rentan," ujarnya.
Sedangkan, untuk pengaturan pengelolaan aliran modal, menurut Agus harus mengantisipasi risiko yang ditimbulkan dari volatilitas aliran modal yang berlebihan.
GHOIDA RAHMAH