TEMPO.CO, Beirut - Perdagangan ilegal organ tubuh saat ini menjadi bisnis menggiurkan di Libanon menyusul banyaknya pengungsi Suriah yang ingin menjualnya demi mempertahankan hidup mereka dan keluarganya.
Investigasi BBC berhasil menemui salah seorang pelaku perdagangan organ tubuh di sebuah kedai kopi di Beirut dengan nama samaran Abu Jaafar.
Baca: Gadis-gadis Pengungsi Suriah Jadi Korban Perbudakan Seks
Pria ini mengaku tahu bahwa bisnis yang sedang booming itu ilegal, namun dia berdalih bahwa apa yang dilakukanya itu untuk membantu orang yang membutuhkan.
"Saya mengeksploitasi orang, itulah yang saya lakukan," kata Jaafar kepada wartawan BBC, Alex Forsyth, yang menemuinya di sebuah bangunan bobrok tertutup terpal plastik di selatan Beirut.
Sejak pecah perang saudara di Suriah pada 2011, sedikitnya 1,5 juta orang masuk ke dalam wilayah Libanon. Jumlah mereka hampir seperempat dari seluruh penduduk negeri itu.
Di antara mereka banyak yang tidak memiliki kesempatan bekerja, keluarga mereka pun terpaksa mencari jalan lain untuk membeli makanan, membayar tempat tinggal dan biaya kesehatan.
Menurut laporan yang diterbitkan pada Juni 2016, sekitar 70 persen pengungsi di Lebanon hidup di bawah garis kemiskinan.
"Mereka yang tidak terdaftar sebagai pengungsi harus berjuang lebih keras," ucap Jaafar sebagaimana disiarkan televisi BBC pada Selasa, 25 April 2017.
"Apa yang dapat mereka lakukan. Mereka putus asa dan tidak memiliki cara lain untuk bertahan hidup kecuali menjual organ tubuh," tuturnya.
Jaafar mengatakan, dalam waktu tiga tahun ini dia menjual organ tubuh dari 30 pengungsi. Biasanya yang dibutuhkan oleh para pembeli adalah ginjal, "Saya bisa memenuhinya."
Jaafar menambahkan, "Mereka juga meminta mata dan saya sanggup memenuhinya dari klien saya."
Baca: Cegah Penyusup, Libanon Bangun Tembok Dekat Kamp Pengungsi
Timur Tengah saat ini menjadi titik panas dalam perdagangan organ tubuh manusia. Hal itu disebabkan meningkatnya pengungsi yang putus asa mencari cara mendapatkan uang. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para calo yang sebelumnya mencari organ tubuh dari Cina dan Filipina.
Forsyth mengatakan, meskipun sulit mengirimkan organ tubuh ke berbagai negara namun ada cara lain yakni menerbangkan pengungsi ke negara terdekat untuk menjalani operasi menggunakan dokumen palsu.
Jaafar mengaku, dia membawa beberapa orang yang setuju organ tubuhnya dijual ke lokasi rahasia dengan mata tertutup. Di tempat itu, dia menjalani operasi yang didahului dengan tes darah.
Dia menjelaskan, beberapa dokter yang melakukan operasi menyewa rumah yang disulap menjadi klinik sementara. "Setelah operasi selesai, saya bawa kembali ke tempat pengungsi."
"Saya terus merawat mereka selama hampir seminggu sampai mereka melepaskan jahitannya. Begitu mereka kehilangan jahitan, kami tidak peduli dengan apa yang terjadi pada mereka lagi," kata Jaafar.
Klien Jaaar terbaru adalah seorang pengungsi Suriah berusia 17 tahun. Dia menjual ginjalnya seharga Rp 110 juta untuk membayar utang, membantu ibu dan lima saudara perempuannya.
Dua hari setelah itu, pemuda tersebut tergeletak di kedai kopi mengaku sakit-sakitan.
"Saya menyesal melakukannya, namun sudah terlanjur," ucapnya. "Sebenarnya saya tidak ingin melakukannya, saya putus asa. Saya tidak mempunyai pilihan lain."
MIDDLE EAST MONITOR | BBC | CHOIRUL AMINUDDIN