TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat saat menyetujui hak angket untuk Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin adalah dagelan. Ia menganggap banyak kejanggalan terjadi saat sidang berlangsung.
Menurut dia, pimpinan sidang saat itu, Fahri Hamzah, memutuskan secara sepihak padahal masih banyak anggota yang menyatakan menolak. "Bagaimana bisa Fahri Hamzah berpikiran bahwa di ruangan itu semuanya sepakat. Ini dagelan," kata Lucius dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Sabtu, 29 April 2017.
Baca: Hak Angket KPK, Fahri Hamzah Klaim Kuota Pengusul Terpenuhi
Menurut dia, politikus Partai Keadilan Sejahtera itu seharusnya mendengarkan tiap masukan yang akan disampaikan anggota Dewan. Namun yang terjadi justru kebalikannya. "Dia mengabaikan itu. Palu yang merupakan kewenangan dijadikan alat untuk mempercepat proses."
Selain itu, dipilihnya Fahri Hamzah untuk memimpin rapat memperjelas bahwa acara itu hanya dagelan saja. "Fahri sejak awal selalu punya sikap yang beda dengan KPK dan dia wakil dari suara-suara yang ingin melemahkan KPK," ujar Lucius.
Meski DPR telah menyetujui penggunaan hak angket, sejatinya ada tiga fraksi yang menyatakan menolak. Mereka adalah Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Baca: Gerindra Walkout, Ketua Fraksi: Putusan Angket Seharusnya Ditunda
Kecewa dengan kepemimpinan Fahri Hamzah yang terkesan sepihak, Fraksi Gerindra memutuskan walkout. "Seharusnya tidak seperti ini, ada lobi," ujar Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani, kemarin.
Hak angket digulirkan DPR untuk meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan politikus Hanura, Miryam Hariyani. Pasalnya, saat diperiksa KPK, Miryam mengaku ditekan oleh enam anggota Komisi Hukum DPR.
AHMAD FAIZ
Baca: Soal Hak Angket, KPK Tak Akan Berikan Rekaman Pemeriksaan Miryam