TEMPO.CO, Sragen - Sodimejo alias Mbah Gotho sudah lama menyiapkan diri menghadapi kematiannya. Pada 1992, setelah anak kedua dari istri keempatnya, Sukirah, meninggal, Mbah Gotho memesan nisan bertuliskan namanya.
"Sukirah itu ibu saya, meninggal pada usia sekitar 60 tahun," ujar Suryanto, cucu Gotho, saat ditemui di sela upacara pemakaman bapaknya di Dusun Grasak, Desa Plumbon, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Senin, 1 Mei 2017.
Baca: Kisah Mbak Gotho, Berumur 145 Tahun dan Sains di Baliknya
Tak hanya nisan, Suryanto mengatakan, kakeknya itu juga telah menyiapkan seperangkat pakaian dan sepatu untuk dikenakannya saat meninggal. "Simbah juga telah membeli kayu untuk peti matinya, tapi kayu itu belum sempat dibuat peti. Peti yang sekarang ini kami beli," ucapnya.
Pria yang disebut-sebut sebagai manusia tertua di dunia asal Sragen itu meninggal di rumahnya pada Ahad, 30 April 2017. Ia dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanggung, yang berjarak sekitar 400 meter dari rumahnya.
Seperti pesannya, Mbah Gotho dimakamkan dengan tata cara Kristen. "Sebelum meninggal, simbah berpesan agar dimakamkan dengan tata cara agama Kristen," ujarnya.
Mbah Gotho, yang dalam kartu identitasnya tertulis kelahiran 31 Desember 1870, sempat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah dr Soehadi Prijonegoro, Sragen, karena kondisinya melemah pada 12 April 2017. Namun, setelah lima hari dirawat, dia minta pulang meski dokter belum mengizinkannya.
Baca: Diklaim Berusia 146 Tahun, Sodimejo: Kok do Nonton Aku?
"Simbah marah-marah karena sepanjang hidupnya baru kali itu dirawat di rumah sakit dan disuntik," kata Suryanto. Menurut keterangan dokter, Mbah Gotho mengalami sakit lambung karena jarang makan dan minum.
Dalam prosesi pemakaman, dibacakan riwayat singkat Mbah Gotho. Pria asal Sragen itu beristri 4 dengan 5 anak, 25 cucu, 17 cicit (buyut), dan 12 canggah (keturunan kelima atau anak buyut).
DINDA LEO LISTY